Melestarikan dan Memperkenalkan Pombiwi di Tanah Tolaki

Pombiwi merupakan salah satu makanan khas masyarakat Wabula yang sangat digemari. Karena rasanya yang gurih dan unik sehingga tak heran masyarakat setempat menjadikan pombiwi sebagai makanan santai yang digemari oleh berbagai kalangan. Pombiwi sendiri terbuat dari bahan baku sagu yang dicampur dengan gula merah serta santan kelapa sehingga menciptakan rasa yang khas. 

Biasanya pombiwi dikonsumsi oleh masyarakat setempat yaitu pada saat berbuka puasa dan pada hari biasa yaitu enaknya dikonsumsi saat siang hari. Menurut sumber, bahwa pombiwi ini ketika dikonsumsi pada siang hari atau pada musim panas  dapat melepas dahaga dan menambah energi. Hal ini dikarenakan kandungan glukosa dan karbohidrat yang terkandung didalamnya cukuplah tinggi. Selain disantap panas-panas, pombiwi juga dapat disantap dengan menambahkan es sesuai selera konsumen.
Proses Pembuatan Pombiwi
Walaupun sagu jarang ditanah buton khususnya di Wabula namun pombiwi yang berbahan baku sagu tersebut menjadi santapan khas masyarakat setempat. Menurut sumber yang terpercaya, pada sekitaran tahun 50an, sagu tersebut diimport dari Ambon, hal ini mungkin dikarenakan pada zaman tersebut banyak masyarakat Wabula yang merantau di tanah Ambon namun sekarang masyarakat mengimport sagu langsung dari tanah Kendari yang juga menjadikan sagu sebagai bahan baku makanan khas mereka yaitu sinonggi. Pombiwi jika dilihat memiliki kesamaan tekstur dengan sinonggi namun berbeda dengan sinonggi, pombiwi lebih mirip dengan cendol.

Sebagai generasi muda masyarakat Wabula Sulawesi Tenggara, kami dari HIPPMA Laswabul Kendari juga memiliki kewajiban untuk memperkenalkan serta melestarikan kebudayaan kami dikancah nasional maupun internasional. Salah satunya yaitu dengan memperkenalkan pombiwi di tanah tolaki sehingga diharapkan pombiwi lebih dikenal serta kelestariannya lebih terjaga dari sebelumnya. 

Aksi yang dilaksanakan pada hari minggu 2 April 2017 ini diharapkan menjadi awal mula dari pergerakan kami dalam memperkenalkan kebudayaan kami. Selain itu, pombiwi yang dijual dengan harga Rp. 5000,- per gelas ini pun  diharapkan dapat menambah anggaran kegiatan kami untuk pengadaan baju persatuan HIPPMA Laswabul Kendari. 

Pombiwi yang kami jualpun cukup digemari oleh masyarakat Kendari, hal ini mungkin dikarenakan bentuk dan rasa pombiwi yang unik serta terbuat dari bahan baku sagu yang menjadi makanan khas mereka. Tak hanya masyarakat setempat, namun aparat keamanan yang menjaga aksi pawai tak luput dari perhatian kami. Walaupun demikian, kamipun cukup kesulitan dalam menjual karena ketatnya persaingan antar penjual di Taman Kota Kendari maupun di Area Tugu MTQ. Namun hal tersebut tidak menjadi peluntur semangat kami namun malah menjadi motivasi dan penyemangat kami dalam aksi penggalangan dana tersebut. 
 
 

 

Sebagai ketua umum HIPPMA Laswabul Kendari, saya pribadi sangat mengapresiasikan semangat pengurus terkhusus koordinator Kekaryaan, Kesejahteraan Organisasi dan Pemberdayaan Perempuan (KKOPP) yaitu saudari Lisna serta beberapa kawan-kawan yang sempat hadir pada aksi tersebut sebut saja saudara/i Fandy, Naslul, Darwin, Tomi, Evan, Sarnia, Rita, Amel, Nur Sela, Toni, Linda, dan La Risa yang tidak tidur demi membuat pombiwi dan rela berpanas-panasan demi melancarkan aksi tersebut. Sehingga saya harapkan semangat mereka dapat menjadi contoh teladan bagi para pengurus lainnya. Saya pun berpendapat bahwa baju persatuan bukanlah menjadi pemersatu kita namun proses yang kita tempuh dalam penggalangan dana serta kreaktifitas kitalah yang menjadi bekal dan esensi dari makna persatuan serta rasa persaudaraan kita. Maka dari itu, saya harap aksi seperti ini bukan menjadi akhir namun harus menjadi awal dari pergerakan kita dalam melestarikan dan memperkenalkan kuliner khas Wabula baik secara regional, nasional maupun internasional.

 
 
 
 
 
 
 
 

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama