Wabula Sebagai Ujung Tombak Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Buton

Kecamatan Wabula merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Buton yang terdiri dari tujuh desa yaitu Desa Wabula, Wabula I, Wasuemba, Wasampela, Holimombo, Bajo Bahari, dan Desa  Koholimombono dengan memiliki Jumlah Penduduk Sekitar 6.309 jiwa yang menduduki wilayah tersebut. Daerah ini cukup strategis yang dimana terletak dibagian pesisir Kabupaten Buton dan berdekatan dengan Kabupaten Buton Selatan.
Expo Wisata dan Budaya Wabula
Kecamatan Wabula merupakan salah satu daerah yang cukup potensial dalam pengembangan sektor pariwisata dengan memiliki beberapa spot pariwisata antara lain:

A. Wisata Sejarah (Historis)
Wisata sejarah merupakan spot pariwisata yang menyimpan nilai-nilai sejarah ataupun menjadi saksi bisu sejarah dari peradaban Wabula. Adapun wisata sejarah yang ada di Kecamatan Wabula antara lain:

1. Perahu Lakambaebunga 

Perahu Lakambaebungan atau Wakambaebunga merupakan salah satu perahu bersejarah yang datang dari Negeri China. Perahu ini dinahkodai oleh seorang pemuda bernama Sri Bajala yang merupakan cucu dari Kaisar China. Konon Sri Bajala datang ke tanah Buton untuk mencari Jodoh. Alhasil dari perjalanan tersebut ia bertemu dengan seorang Wanita yang bernama Putri Wabula-Bula yang merupakan anak dari Ratu Wakha-kha (Ratu Buton Pertama). 
Kapal Lakambaebunga

2. Kota Tua Koncu
Koncu merupakan tempat pemukiman atau kampung pertama bagi masyarakat wabula mpuu saat itu. Pada tempat inilah mulai ditata dan diletakan peradaban masyarakat wabula mpuu oleh Lasaboka dengan berlandaskan pada faham dan mengambil misil dari proses kejadian manusia. Di koncu ini dibangun 2 lapis benteng yang mengandung maksud sebagai proses perjalanan 2 dimensi yang tidak terpisahkan yakni yang lahir dan batin (rohani dan jasmani). Selain itu ditempat bersejarah ini, Raja Wakha-kha dilantik sebagai Raja Wabula dengan sebutan Kolakino Koncu yang pertama. Dikoncu pun terdapat beberapa monument besejarah seperti makam Ratu Wakha-kha, Wacu Pojanjia dan lain sebagainya.
Panorama Alam Koncu
Makam Ratu Wa Kha-Kha (Ratu Buton Pertama)

Wacu Pojanjia
3. Kota Tua Liwu
Liwu adalah kampung kedua setelah koncu. Sebelum menempati liwu dibawa pimpinan Kumaha masyarakat wabula mengadakan transmigrasi dari Koncu ke Lasalimu tepatnya di Bonelalo dengan tujuan membuka lahan perkebunan yang disebut dengan Bante. Di Liwu terdapat makam Kumaha dan prasasti bangunan tua.
Makam Kumaha (Parabella Wabula Pertama)

B. Wisata Budaya (Culture)
Wisata budaya merupakan spot pariwisata yang berkaitan ataupun menyimpan unsur kebudayaan masyarakat Wabula. Adapun wisata budaya yang ada di Kecamatan Wabula antara lain:

1. Rumah Adat Galampa
Rumah adat galampa merupakan sebuah tempat yang dibangun oleh Kumaha dengan tujuan untuk mengatur hubungan sosial antar masyarakat Wabula (Hablu Minanas) yaitu untuk tempat bermusyawarah dalam membahas tentang politik, ekonomi, social dan persoalan-persoalan lainnya. Rumah adat ini juga menjadi tempat berlangsungnya kegiatan adat dan budaya Wabula. Di dekat Galampa terdapat sebuah Meriam berwarna keemasan. Meriam tersebut berukuran panjang 116,5 cm dan diameter lubang moncong depan 7 cm. Pada bagian belakang Meriam terdapat lubang penyulut dengan diameter 3 cm. Bentuk dan ukuran Meriam tersebut memiliki kesamaan dengan sejumlah Meriam yang kini masih tersimpan di beberapa sisi benteng Keraton Buton.
Rumah Adat Galampa
2. Pesta Adat Pido’ano Kuri
Pesta yang dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat terhadap Sang Pecipta. Biasanya dilakukan dua kali dalam setahun. Pidoaano kuri bisa diartikan pembacaan doa untuk keselamatan hidup. Masyarakat Wabula menggelar ritual budaya pidoaano kuri pada bulan ketiga dan ketujuh. Tradisi ini dikaitkan dengan musim tanam dan musim panen.
Ritual Adat Pada Saat Pido'ano Kuri
3. Pibhantea
Pibhantae merupakan sebuah ritual adat untuk pembukaan lahan baru.
4. Mata’ano Galampa
5. Pido’ano Kampurusi
6. Tenunan Khas Wabula

C. Wisata Atraksi 
Wisata atraksi merupakan spot pariwisata yang berkaitan dengan atraksi seperti tari-tarian, pencak silat dan lain sebagainnya. Adapun wisata atraksi yang ada di Kecamatan Wabula antara lain:

1. Tarian Pajoge (Cungka dan Ngibi)
Tarian Pajoge
2. Tarian Tetewance



3. Atraksi Manca (Pencak Silat)



4. Atraksi Mangaru (Cha-Cha)
5. Tarian dan Syair Lapambayi

D. Wisata Alami
Susuai namanya, wisata alami adalah wisata alam (nature) yang memang masih alami dan tanpa ataupun masih sedikit campur tangan manusia. Adapun wisata alami yang terdapat di Kecamatan Wabula antara lain:

1. Permandian Kali Topa
Permandian kali topa merupakan permandian payau yang terletak di zona estuari yaitu lokasi percampuran antara air darat (tawar) dengan air laut. Permandian ini cukup potensial dalam pengembangan ekowisata yaitu zona pariwisata yang berbasis ekologi. Pada sekitaran permandian ini terdapat bebatuan alami yang tersusun indah menghiasi permandian ini. Selain itu permandian ini pula terdapat ekosistem mangrove yang mendukung dalam pengembangan ekowisata. Namun sangat disayangkan, permandian ini masih belum terekspos yang dimana pengunjung yang mengunjungi tempat ini hanya masyarakat asli ataupun beberapa masyarakat sekitar.
Batu-Batuan Alami di kali Topa

Panorama Sunset di Kali Topa
Panorama Kali Topa
2. Pantai Lahunduru
Pantai lahunduru terletak di Desa Wasuemba, pantai ini cukup potensial dalam pengembangannya. Pasir putih, desiran ombak dan ditambah dengan pohon kelapa yang menjulang tinggi menjadi karakteristik tersendiri dari pantai ini.
Panorama Pantai Lahunduru Wasuemba
3. Wisata Bawah Laut
Wabula memiliki potensi wisata bawah laut atau wisata selam, hal ini didukung dengan keanekaragaman ekosistem terumbu karang serta keanekaragaman hayati yang cukup tinggi pada wilayah tersebut. Apalagi di Kecamatan Wabula masih kental akan hokum adat (ombo) sehingga hingga saat ini wilayah tersebut masih konservatif dan alami.





4. Permandian Watobura
Permandian ini terletak di Desa Tolando dan permandian ini pun cukup potensial dalam pengembangan ekowisata. Yang dimana pada sekitar permandian, terdapat ekosistem mangrove yang menghiasi permandian tersebut, sehingga kelak dapat dikembangkan menjadi lokasi tracking mangrove.

Selain memiliki potensi pariwisata, masyarakat Kecamatan Wabula hingga saat ini masih sangat konservatif dalam menjaga adat dan budayanya. Hal ini didukung oleh adanya bapak Parabella dan tokoh-tokoh adat yang menjadi orang tua sekaligus pemimpin adat masyarakat Wabula. Ditambah lagi hingga saat ini beberapa ritual adat masih terus dilaksanakan seperti pesta adat pido’ano kuri, mata’ano galampa, dan ritual adat lainnya sehingga sangat pantas apabila kelak Wabula dinobatkan sebagai daerah adat.

Walaupun Kecamatan Wabula memiliki potensi pariwisata dan kebudayaan, namun hingga saat ini belum banyak pengembangannya. Yang dimana pariwisata dan kebudayaan di Kecamatan Wabula masih belum terlalu dikenal.

Judul dari tulisan ini merupakan tema kegiatan yang diambil dari kegiatan Expo Wisata dan Budaya Wabula oleh Himpunan Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Lasaritapo Wabula (HIPPMA LASWABUL) Kendari yang diselenggarakan di Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara pada 29 Oktober 2017. Kegiatan tersebut merupakan bentuk kritikan dan sekaligus solusi nyata terhadap pemerintah daerah Kabupaten Buton dalam pengembangan pariwisata dan kebudayaan Kecamatan Wabula. Yang dimana Kecamatan Wabula sangat potensial dalam pengembangannya. Kegiatan tersebut pun dirangkaikan dengan seminar wisata dan budaya wabula yang menghadirkan narasumber yaitu Kepala Dinas Pariwisata Prov Sultra, Kepala Dinas Pariwisata Kab. Buton, Dekan Fakultas Ilmu Budaya UHO, Ketua Umum KMWB Kendari, dan Bapak La Makki (Sejarawan dan Budayawan Wabula). Kegiatan tersebutpun dibuka oleh Bapak Bupati Buton yang diwakili oleh Asisten 3 Bupati Buton.
Expo Wisata dan Budaya Wabula
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Prov. Sultra bahwa pariwisata merupakan alat yang efektif dalam pengembangan wilayah dan ekonomi masyarakat lokal. Yang dimana pariwisata dapat berfungsi sebagai alat promosi budaya dengan keterlibatan pemerintah daerah, tokoh adat dan masyarakat setempat. Hal ini pun didukung dengan Visi-Misi Dinas Pariwisata Prov. Sulawesi Tenggara dalam pengembangan wisata-budaya. Dalam seminar tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Kab. Buton juga menambahkan bahwa kriteria kualitas pelayanan yang baik dalam daerah pariwisata antara lain: terampil dan professional; perilaku dan sikap; kemudahan dan fleksibelitas; keterandalan dan kepercayaan; upaya memperbaiki; reputasi dan kredibilitas. 

Dalam seminar, Dekan Fakultas Ilmu Budaya UHO pun membangun konsep wisata edukasi yang dimana hal ini pun sangat cocok dikembangkan di Wabula. Pengembangan wisata edukasi yaitu kegiatan yang mengutamakan pelayanan dengan berorientasi pada kepuasan wisatawan, pengusaha di bidang pariwisata, pemerintah dan masyarakat berbasis edukasi. Namun terlebih dahulu, beliau menambahkan bahwa tahapan strategis dalam pengembangan pariwisata yaitu dengan pembinaan produk wisata, pembinaan masyarakat wisata dan pemasaran terpadu. Hasil dari kegiatan tersebut telah kami jadikan surat rekomendasi yang ditujukan kepada Bupati Buton. Adapun poin-poin yang kami rekomendasikan antara lain:

1) Demi melestarikan kebudayaan Wabula seperti manca, mangaru, cungka, ngibi dan lain sebagainya maka perlu dibangun sanggar seni dan kebudayaan di Kecamatan Wabula.
2) Demi melestarikan dan menjaga nilai-nilai budaya Wabula maka perlu dibuatkan kegiatan extra kulikuler tentang kebudayaan Wabula seperti tarian, alat musik daerah dan lain sebagainya.
3) Demi mempromosikan kebudayaan dan menjaga kelestarian budaya Wabula maka perlu dibangun sanggar seni dan kebudayaan Wabula di Kota Kendari yang merupakan ibu kota Sulawesi Tenggara. Selain itu hal ini juga dapat mempermudah dan memacu semangat mahasiswa etnis Wabula di Kota Kendari dalam membuat kegiatan promosi kebudayaan di Kota Kendari.
4) Demi menjaga dan melestarikan kearifan lokal yang berbasis konservasi seperti ombo maka perlu didukung dengan peraturan daerah (PERDA) dalam mempertegasnya. Selain itu, pemerintah juga perlu membuat peta dan batasan wilayah daerah yang telah diombo.
5) Demi mendukung kearifan lokal seperti ombo maka pemerintah perlu mengadakan  sosialisasi dan penyuluhan mengenai larangan penangkapan ikan pada zona tersebut dengan mempertimbangkan aspek lingkungan.
6) Berhubung pasang surut (pasut) di Wabula sangatlah tinggi dan menggangu jalur transportasi laut masyarakat setempat maka perlu dibangun jalan perahu yang berbentuk hole atau lubang dengan lebar sekitar 2 meter dan tinggi sekitar 1 meter memanjang sampai daerah yang tidak terkena pasang-surut sehingga perahu nelayan dapat beroperasi tanpa dipengaruhi pasang surut (pasut).
7) Berhubung ada informasi yang kami peroleh bahwa tarian lapambayi mirip dengan tarian klasik jepang yang merupakan tarian tertua di Dunia maka perlu diadakan penelitian dan kajian mengenai tarian tersebut.
8) Demi menjaga dan memperjelas sejarah Wabula maka pemerintah perlu bekerjasama dengan universitas maupun lembaga penelitian guna mengadakan penelitian arkeologi ataupun penelitian sejarah di tempat-tempat peninggalan sejarah seperti benteng Wabula, perahu lakambaebunga, makam raja Wakaaka di Koncu, makam Kumaha di Koncu dan lain sebagainya.
9) Demi menjaga nilai sejarah Wabula maka perlu dilakukan perawatan peninggalan sejarah setiap 6 bulan sekali seperti kapal lakambaebunga, benteng Wabula, makam Wakaaka, makam Kumaha dan lain sebagainya.
10) Berhubung jalur akses menuju Koncu dan Liwu sangat sulit di lalui maka perlu dibuat jalan atau akses menuju Koncu dan Liwu.
11) Demi mewujudkan wisata sejarah (historis) maka Kota Tua Koncu dan Liwu dijadikan wisata sejarah berbasis edukasi.
12) Permandian Kali Topa dapat dikembangkan menjadi ekowisata yaitu pariwisata berbasis lingkungan (ekologi) yang dimana pada permandian tersebut dapat dipadukan dengan wisata alami tracking mangrove.
13) Berhubung perairan Kecamatan Wabula terkhusus perairan Desa Wabula sampai Desa Wasuemba memiliki potensi keanekaragaman ekologi (terumbu karang) dan didukung dengan keanekaragaman hayati maka potensi perairan Kecamatan Wabula dapat dikembangkan menjadi wisata selam.
14) Berhubung pantai lahunduru terlihat hampa dan tandus maka perlu dibangun beberapa gazebo (tempat peristirahatan) dan perlu dioptimalkan dalam mempromosi destinasi wisata tersebut.
15) Demi meningkatkan mutu dan nilai jual kain tenunan khas Wabula maka perlu diadakan pelatihan pengolahan kain tenun seperti pembuatan pakaian, tas, dompet, topi dan lain sebagainya dari bahan dasar kain tenun khas Wabula.
16) Demi membantu pengembangan usaha kecil kerakyatan berbasis kebudayaan maka perlu dibangun pasar sentral budaya Wabula yang menjual kerajinan tangan khas Wabula dari kain tenun, alat musik khas Wabula dan lain sebagainya. Selain itu, hal ini juga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung.
17) Berhubung berdasarkan informasi yang kami peroleh bahwa kebudayaan dan sejarah Kabupaten Buton pada umumnya dan Kecamatan Wabula terkhususnya belum terdata di skala Provinsi dan Nasional maka pemerintah perlu mendata dan mengusulkan kebudayaan dan sejarah Wabula di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara.
18) Demi mendukung pesta adat pido’ano kuri masyarakat Wabula maka perlu dibantu dengan anggaran serta pemerintah perlu memperluas dan merenovasi galampa sebagai rumah adat Wabula.
19) Permandian Watobura di Desa Tolando dapat menjadi wisata alami tracking mangrove.
20) Usaha kerakyatan pembuatan tikar di Desa Wasampela perlu diperhatikan dan dikembangkan.
21) Berhubung kami telah menyukseskan kegiatan Expo Wisata dan Budaya Wabula (EX-WIBAWA) di Kota Kendari yang bertujuan sebagai forum promosi dan pengenalan wisata dan budaya Kecamatan Wabula namun kami sadari kegiatan tersebut belum maksimal karena anggaran yang kurang memadai maka kiranya Pemerintah Daerah (PEMDA) Kabupaten Buton perlu mendukung dengan kerjasama dan membantu dengan anggaran demi keberlanjutan kegiatan tersebut sehingga kegiatan tersebut dapat dilakukan setiap tahunnya
Wisata dan Budaya merupakan dua mata koin yang berbeda namun berelasi, dampak positif dari keduannya yaitu kebudayaan merupakan faktor pendukung dalam menarik para wisatawan. Misalnya saja seperti di Bali dan Yogyakarta dengan adanya ritual adat, kerajian tangan, tari-tarian, situs bersejarah dan lain sebagainya sehingga wisatawan asing tertarik berkunjung. Selain itu pula, apabila pariwisata maju maka kebudayaanpun akan semakin dikembangkan yang dimana akan dibangun sanggar kebudayaan agar memperkuat identitas dan karakteristik daerah tersebut.

Namun dilain sisi, kebudayaan dan pariwisata bagaikan minyak dan air, dua zat yang terlihat sama namun ternyata sulit untuk disatukan. Pariwisata merupakan gerbang emas bagi globalisasi dan globalisasi secara social-politik memiliki dampak yaitu liberalisasi sehingga ketika hal tersebut terjadi maka akan terjadi akulturasi kebudayaan yaitu percampuran kebudayaan asing dan budaya lokal. Serta apabila tidak diantisipasi maka kebudayaan lokal akan terdegradasi dan bahkan mulai dilupakan. Seperti halnya beberapa daerah pariwisata yang ada di Nusantara, dampak ini mulai terlihat dengan banyak konsumsi minuman keras, meningkatnya konsumsi narkoba, penggunaan busana ala barat, dan lain sebagainya.
Namun dibalik itu semua, kita tidak boleh pesimis namun harus optimis dalam mengatasi hal tersebut. Konsep neo-moderniasi perlu kita terapkan yaitu dengan terus menjunjung tinggi kebudayaan kita namun tidak tertutup dengan budaya asing. Budaya lokal kita perkuat dan dijadikan identitas dan karakteristik peradaban kita sedangkan budaya asing yang positif kita serap dan kita kembangkan dalam kehidupan sosial masyarakat kita.

Ucapan Terimakasih: Bapak La Makki dan Kakanda Safiuddin Wabula (Narasi Budaya), Bapak La Ila, S.Pi., M.Si (Foto Panorama Dasar Laut Wabula) dan Tim Wabula Jurnalistik HIPPMA LASWABUL Kendari. 

4/Post a Comment/Comments

  1. Artikel yang menarik mimin. Mengingat maksud dan harapan pentingnya poin-poin tersebut di atas, ndau ka koniu samba-mbalie mia wabula tabea nih mpuu no karajaa e bara nake e ana. ane cia na mbamimbalimo uka rewu i tai. #peace. sebab, faktor kamisikini, pooli uka politiki, me cia pohohokolo. pimbali mpuuno penghambat berlangsungno ide ana. jadi, ane pimbali asumaran. bikin workshoop atau kajian pemberdayaan daso masyarakat kec. wabula dulu. biar semangat menuju bisnis wisata seirama menuju tujuannya. biar benar-benar masyarakt menikmati hasilnya. kalo tidak, hanya akan menjadi lahan bisnis bagi swasta dlm artian perbudakan. kalo masyarakat sudah kerja keras ndau yakin pemerintah/ pengambil kebijakn bisa kasi support juga. perihal poin (7) Berhubung ada informasi yang kami peroleh bahwa tarian lapambayi mirip dengan tarian klasik jepang yang merupakan tarian tertua di Dunia maka perlu diadakan penelitian dan kajian mengenai tarian tersebut. buatlah kajian-kajian mahasiswa supaya bisa dikembangka dalam bentuk skrip/ skripsi/ juga penelitian. jangan terlalu fokus di politik atau pa mowine hehehe.


    Hormatku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas sarannya pak. Insyaallah akan kami gagas.

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. mantap sabangka...
      ombe uka menurut simiu tarian jepang ngaana parae ngeano ndea? ndau googling hawali cia amitabue lae?

      Hapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama