Omnibus Law Cipta Kerja Bagi Sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia

Omnibus Law dewasa ini menjadi salah satu isu yang paling banyak disoroti oleh masyarakat Indonesia, bahkan di tengah merebaknya wabah pandemi COVID-19. Tidak tanggung-tanggung, RUU yang telah di sahkan oleh DPR RI ini sejak direncanakan hingga menjadi Undang-Undang pada 5 Oktober 2020, terus menuai berbagai macam polemik. 

Hingga mengundang meledaknya masa aksi yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat. Dari Mahasiswa hingga kaum buruh, semua turun di jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka dalam menolak UU Cipta Kerja (8/10/2020).

Dilansir dari Kompas, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan bahwa UU Cipta Kerja sifatnya menyederhanakan peraturan dan mendorong dunia usaha untuk menanamkan modal lebih banyak di Indonesia. Sehingga dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. 

Walaupun dinilai memberikan dampak positif dalam mendorong perekonomian nasional, namun berbagai elemen masyarakat tetap menolak UU tersebut. 


Rony Megawanto, Direktur Program Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati), menyatakan bahwa UU tersebut memberikan ancaman terhadap keanekaragaman hayati laut Indonesia sehingga perlu dipertimbangkan sebelum menerapkan UU Cipta Kerja nantinya (Mongabay 2020).

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) juga menyoroti pembuatan RUU tersebut sebagai upaya untuk memberi legalitas pada Pemerintah dalam mengatur sektor kelautan dan perikanan dengan cara melaksanakan penghancuran laut secara massal.

Jadi UU-nya adalah UU yang ujungnya mengenai Cipta Kerja. Menciptakan pekerjaan untuk Indonesia,

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kemenkeu: Kami Bersyukur Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan DPR...", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2020/10/06/104100926/kemenkeu--kami-bersyukur-omnibus-law-cipta-kerja-disahkan-dpr-?page=all.
Penulis : Fika Nurul Ulya
Editor : Erlangga Djumena

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Sektor perikanan dan kelautan kini menjadi salah satu sorotan karena beberapa pasal dalam RUU tersebut dinilai sebagai kemunduran dan mengancam keberlanjutan ekosistem laut dan pesisir.

Nelayan Pesisir Boton, Sulawesi Tenggara

Ancaman dirasakan pada ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil, karena ada beberapa pasal yang dilakukan revisi. Contohnya adalah pasal 26A UU No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil.

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa “Dalam rangka penanaman modal asing, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.” (Mongabay 2020).

Menurut Susan Herawati Sekretaris Jenderal KIARA, pasal tersebut menghilangkan syarat-syarat penting, terkhusus dalam mempertimbangkan aspek sosial, ekologis, dan budaya. Sehingga, perlindungan ekosistem pesisir laut, dan pulau-pulau kecil, akan semakin masif dilakukan setelah disahkannya RUU tersebut.

Dilansir dari PanduLaut 2020, Chief Executive Officer Indonesia Ocean Justice Inititive (IOJI), Mas Achmad Santosa mengemukakan bahwa, paling tidak terdapat dua kelemahan dari UU tersebut yang multi dan complex subject seperti: 

  1. Multi & diverse subject yang dapat menyebabkan kelompok kritis dalam parlemen (oposisi) dan masyarakat luas (stakeholders) sulit dan terbatas memberikan masukan secara spesifik, rinci, dan bermakna.
  2. Peluang yang sangat besar terjadi penyelundupan pasal-pasal yang membela kepentingan kelompok-kelompok tertentu, bahkan yang tidak terkait dengan tema besar RUU.

Sementara itu, Prof Indra Jaya (Guru Besar IPB University) mempertanyakan semangat RUU CK apakah mengarah pada sustainable development goals, mengingat meskipun ikan adalah reneweable resources namun bukan berarti eksploitasi ikan dilakukan tanpa kendali. 

Kelautan dan perikanan merupakan sektor yang kompleks sehingga dalam memasukan kedua materi tersebut ke dalam satu undang-undang, jangan sampai melupakan hal-hal yang esensial.

Menurut Presiden RI, undang-undang Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat, khususnya bagi usaha mikro kecil (UMK) untuk membuka usaha baru. UMK tidak perlu membuat izin usaha lagi, namun cukup mendaftarkan usahanya saja agar terdata. Selain itu, UMK yang bergerak dalam sektor makanan, dan minuman mendapatkan sertifikasi halal secara gratis. 

Izin kapal penangkap ikan, hanya dilakukan di Kementerian KKP saja, kalau sebelumnya harus ajukan ke Kementerian KKP, Kemenhub, dan instansi lain, sekarang ini cukup di unit KKP saja (Detik 2020).

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama