Sponge (Porifera) Hewan Unik yang Dipenuhi Lubang

Porifera merupakan filum yang dimana organisme yang termasuk didalamnya memiliki pori-pori (pore bearers). Menurut definisi Porifera berasal dari bahasa latin yaitu porus yang berarti pori sedangkan fer yang berarti membawa. Porifera atau spon habitatnya menempel di karang dan biasanya hidup berkoloni secara berkelompok. Struktur tubuhyang paling sederhana dalam spons adalah tabung atau bentuk vas.
Gambar 1. Beberapa Jenis Sponge yang Diperoleh di Perairan Turks dan Pulau Caicos (Sumber: Lewbart, 2011)

Informasi mengenai keanekaragaman hayati spons saat ini masih belum pasti. Sampai saat ini, sekitar 11.000 spesies secara resmi telah dilaporkan dimana sekitar 8.500 spesies sudah dianggap sah, akan tetapi diperkirakan jumlah spesies spons mungkin berkisar dua kali dari jumlah yang telah diperkirakan ada. Spons saat ini dibagi di antara 4 kelas, 25 ordo, 128 keluarga dan 680 genera (Van Soest et al., 2012). Spons saat ini dibagi di antara 4 kelas, 25 ordo, 128 keluarga dan 680 genera (Van Soest et al., 2012). Berdasarkan komposisi tulang spons dibagi menjadi kelas calcarea, adalah satu-satunya kelas yang memiliki spikula terdiri dari kalsium karbonat, kelas hexactinellida, memiliki spikula mengandung silica dan kelas Demospongiae, memiliki spikula mengandung silika anhidrat dan serat protein (Qaralleh, 2011).
Morfologi dan Anatomi
Porifera merupakan hewan yang berpori dan sering juga disebut hewan berongga karena seluruh tubuhnya dipenuhi oleh lubang-lubang kecil yang disebut pori. Spons memiliki struktur permukaan tubuh yang berpori-pori sehingga ia dimasukkan kedalam filum porifera, Kebanyakan dari spesies spons hidup di air laut, dan tidak mempunyai jaringan atau organ yang sejati serta bentuk dan ukurannya sangat bervariasi. 


 Gambar 2. Sistem Sirkulasi Air dan Struktur Sponge (Sumber: Lewbart, 2012)

Pola pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh keadaan substrat. Spons terdiri dari dua lapisan sel dengan selapis bahan seperti jeli (mesoglea) yang terdapat di antara kedua lapisan tersebut. Sel-sel dari lapisan dalam mempunyai flagel yang menyebabkan adanya arus air, sel-sel ini memakan partikel-partikel makanan yang telah disaring. Porifera tidak memiliki sistem saluran pencernaan makanan yang sempurna. Porifera memiliki sistem saluran air, mulai dari pori tubuh (ostia) dan berakhir pada lubang keluar yang disebut osculum. Saluran air tersebut berfungsi sebagai alat untuk melewatkan bahan makanan dari luar ke dalam tubuh dan zat-zat sisa metabolisme ke luar tubuh (Valisano et al., 2006 and Meroz-Fine et al., 2005).

Habitat dan Penyebaran
Porifera mempunyai 3000 spesies dan secara umum hidupnya dilaut dangkal sampai kedalaman 5 km. dari 3000 ribu spesies yang dikenal hanya 150 spesies yang hidup di air tawar sampai kedalaman 2 meter dan jarang lebih dari 4 meter yang biasanya hidup pada air jernih dan tenang. Spons merupakan biota laut yang hidup menetap di dasar perairan, yang memiliki peran yang cukup penting di dalam ekosistem terumbu karang. Spons laut dapat hidup di berbagai habitat seperti pasir, karang mati, batu serta pada media apapun yang mempunyai struktur keras (Asro dkk., 2013 dan Sari dkk., 2013). Secara ekologi spons sangat berperan penting dalam ekosistem laut hal ini disebabkan pengaruh mereka yang besar dalam penyaringan air dan berperan dalam proses metabolisme. Selain itu spons juga melakukan asosiasi dengan mikroba (Diaz and Rützler, 2011), seperti bakteri dan fungi (Ismet dkk., 2011)
Spons bersifat sesil, artinya menetap pada suatu tempat tanpa mengadakan perpindahan. Spons sangat baik pertumbuhannya dan tumbuh subur pada kedalaman 3-20m, Spons laut menyukai lingkungan perairan yang jernih, dimana cahaya matahari bisa menembus dasar perairan yang dibutuhkan oleh spons. Selain cahaya yang cukup, arus juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan organisme laut khususnya pada spons yang merupakan filter feeder dan merupakan organisme sesil. Kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan spons laut berkisar antara 28oC dan suhu maksimal 30oC. Salinitas optimum berkisar antara 30 – 33 ppt (Asaf dan Athirah, 2012 dan Asro dkk., 2013).

Fisiologi dan Reproduksi
Porifera berkembang biak secara seksual maupun aseksual. Reproduksi seksual terjadi dengan cara pembentukan tunas (budding) atau pembentukan sekelompok sel esensial terutama amoebocyte, kemudian dilepaskan. Porifera mempunyai kemampuan regenerasi yang tinggi. Bagian spons yang terpotong akan mengalami regenerasi menjadi utuh kembali. Kemampuan regenerasi ada batasnya, misalnya potongan spons harus lebih besar dari 0,4 mm dan mempunyai beberapa sel choanocyte supaya mampu melakukan regenerasi menjadi spons baru yang kecil (Suwignyo dkk., 2005).
Reproduksi seksual terjadi baik pada spons yang hermaproduktif, namun sel telur dan sperma diproduksi pada waktu yang berbeda sperma dan telur dihasilkan oleh amoebyte osculum bersama aliran air dan masuk ke individu lain melalui ostium juga bersama aliran air. Dalam spongocoel atau feagelated chamber, sperma akan masuk ke choanocyte atau amoebocyte. Sel amoebocyte berfungsi sebagai pembawa sperma menuju sel telur, terjadilah pembuahan (fertilisasi). Perbedaan fekunditas spons dari habitat yang berbeda sangat dipengaruhi lingkungan. Variasi interhabitat tersebut mungkin menunjukkan perbedaan lingkungan yang menyebabkan variasi fenotipik dalam hasil reproduksi (Meroz-Fine et al., 2005).

Makanan dan Kebiasaan Makan
Anggota filum porifera merupakan pemakan suspense atau filter feeder yaitu hewan yang mengumpulkan partikel organik, baik yang hidup atau tidak, masuk melalui pori-pori tubuhnya, Selanjutnya makanan masuk ke dalam sel leher (koanosit), kemudian di dalam sel tersebut berlangsung proses pencernaan makanan. Kemudian zat makanan diedarkan oleh sel-sel amoeboid ke seluruh tubuh. Porifera memiliki sistem saluran air, mulai dari pori tubuh (ostia) dan berakhir pada lubang keluar yang disebut osculum. Saluran air tersebut berfungsi sebagai alat untuk melewatkan bahan makanan dari luar ke dalam tubuh dan zat-zat sisa metabolisme ke luar tubuh (Romimohtarto dan Juwana, 2005; Asro dkk., 2013 dan Valisano et al., 2006).

Nilai Ekonomis
Secara ekonomis porifera tidak banyak memberikan manfaat bagi manusia. Akan tetapi seiring berkembangnya waktu manfaat dari filum porifera khususnya spons mulai diketahui sehingga manfaat spons tidak hanya diketahui sebagai alat pembersih melainkan dapat  digunakan sebagai bahan anti biotik, anti jamur, anti tumor, dll. Selama 50 tahun terakhir, spons laut telah dianggap sebagai tambang emas yang potensial, karena keragaman senyawa kimia mereka yang disebut metabolit sekunder (Sipkema et al., 2005). Selain itu karena memiliki warna yang menarik spons juga berfungsi sebagai objek fotografi bawah laut sehingga berperan penting dalam perkembangan industri diving khususnya pada daerah pariwisata (Diaz and Rützler, 2011).
 
Referensi:
Asro, M., Yusnaini., dan Halili. 2013. Pertumbuhan Spons (Stylotella aurantium) yang Ditransplantasi Pada Berbagai Kedalaman. J Mina Laut Indonesia, 1(1):133-144.
Diaz, MC., Rützler, K., 2011. Biodiversity of Sponges: Belize and Beyond, to The Greater Caribbean. In: Palomares, M.L.D., Pauly, D. (eds.), Too Precious to Drill: the Marine Biodiversity of Belize, pp. 57-65. Fisheries Centre Research Reports 19(6). Fisheries Centre, University of British Columbia [ISSN 1198-6727].
Ismet, M.S., Soedharma, D., dan Effendi, H. 2011. Morfologi dan Biomassa Sel Spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp.. J Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 3(2):153-161.
Lewbart, G.A. 2012. Invertebrate Medicine Second Edition. John Wiley & Sons, Inc. 502p.
Meroz-Fine, E., Shefer, S., and Ilan, M. 2005. Changes in Morphology and Physiology of an East Mediterranean Sponge in Different Habitats. Marine Biology, 147(1) : 243-250.
Qaralleh, H., Idid, SZ., Saad, S., Susanti, D., Mustafa, B. 2011. Documentation of Three Sponge Species Belong to the Family of Petrosiidae. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(12): 1047-1053.
Romimohtarto, K., dan Juwana, S. 2005. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Djambatan, Jakarta.
Sari, NI., Ahmad, A., dan Dali, S. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Protein Bioaktif Dari Spons Callyspongia sp. Sebagai Zat Antioksidan. Skripsi. Program Sarjana Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin. Makassar.
Sipkema, D., Franssen, MCR., Osinga, R., Tramper, J., Wiffels, R., 2005. Marine sponges as pharmacy. Marine Biotechnology 7, 142-162.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Valisano, L., Bavestrello, G., Giovine, M., Arillo, A., Cerrano, C. 2006. Seasonal Production of Primmorphs from the Marine Sponge Petrosia ficiformis (Poiret, 1789) and New Culturing Approaches. J of Experimental Marine Biology and Ecology, 337: 171 – 177.
Van Soest, R.W.M., Boury-Esnault, N., Vacelet J, Dohrmann M., Erpenbeck, D., et al. (2012) Global Diversity of Sponges (Porifera). PLoS ONE 7(4): e35105. doi:10.1371/journal.pone.0035105.

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama