Fenomena dan Rekayasa Perubahan Jenis Kelamin (Transgender) pada Ikan

Strategi reproduksi pada ikan-ikan Teleost dapat bervariasi. Hampir semua jenis ikan mempunyai jenis kelamin (seks) yang terpisah (diocous atau gonokoristik), tetapi banyak jenis dimana individunya mempunyai kemampuan untuk berubah jenis kelamin. Fenomena ini dikenal sebagi hermafroditisme, yakni ikan betina berubah kelamin menjadi ikan jantan atau sebaliknya (Hoar, 1969). Perubahan jenis kelamin (sex change) ditemukan secara luas pada famili ikan laut, terutama yang mendiami terumbu karang (Warner, 1984; Ross, 1990). Fenomena ini pertama kali dijumpai pada beberapa anggota dari suku Labridae (wrasse) (Reinboth, 1975). Sejak itu hampir semua jenis ikan dalam suku ini menunjukkan gejala adanya hermafroditisme. Gejala demikian juga ditemui di beberapa suku ikan karang lainnya. Perubahan seks dari betina ke jantan (protogini) ditemukan pada 14 famili ikan. Sebelas diantaranya merupakan ikan penghuni terumbu karang. Sebaliknya, perubahan dari jantan ke betina (protandri) dijumpai di 8 suku, 3 diantaranya ditemukan hidup di terumbu karang (Warner, 1984).
Hermaprodit pada ikan laut terdiri dari Synchronous, protogynous dan protandrous. Synchronous hermaprodit adalah pematangan sel kelamin jantan dan betina pada waktu yang sama, protogynous hermaprodit adalah perubahan kelamin dari betina menjadi jantan, sedangkan protandrous hermaprodit adalah perubahan kelamin dari jantan menjadi betina. Sebagian besar ikan adalah bersifat protogynous atau protandrous hermaprodit (Mayunar, 1994). Perubahan kelamin pada betina atau jantan tergantung ukuran, umur dan jenis. Misalnya Epinephelus tauvina (Chen et al., 1977). Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam pengembangan akuakultur, rekayasa jenis kelamin organisme sudah sering dikembangkan. Hal ini bertujuan untuk melakukan pemijahan atau memenuhi permintaan pasar maupun alasan lainnya.

Tipe Hermaprodit
Satu individu ikan dikatakan hermaprodit apabila didalam tubuhnya terdapat jaringan ovarium (penentu individu betina) dan jaringan testes (penentu individu jantan). Kedua jaringan tersebut berada dalam satu organ dan letaknya seperti letak gonad yang terdapat pada individu normal. Ikan hermaprodit hanya satu sex saja yang berfungsi pada suatu saat, meskipun ada beberapa spesies yang bersifat hemaprodit sinkroni. Berdasarkan perkembangan ovarium dan atau testis yang terdapat dalam satu individu Anonimous (2013) mengemukakan bahwa hermaprodit terbagi atas :

a)    Hermaprodit sinkron/simultaneous.
Dalam gonad individu terdapat sel kelamin betina dan sel kelamin jantan yang dapat masak bersama-sama dan siap untuk dikeluarkan. Ikan hermaprodit jenis ini ada yang dapat mengadakan pembuahan sendiri dengan mengeluarkan telur terlebih dahulu kemudian dibuahi oleh sperma dari individu yang sama, ada juga yang tidak dapat mengadakan pembuahan sendiri. Ikan ini dalam satu kali pemijahan dapat berlaku sebagai jantan dengan mengeluarkan sperma untuk membuahi telur dari ikan yang lain, dapat pula berlaku sebagai betina dengan mengeluarkan telur yang akan dibuahi sperma dari individu lain. Di alam atau akuarium yang berisi dua ekor atau lebih ikan ini, dapat menjadi pasangan untuk berpijah. Ikan yang berfase betina mempunyai tanda warna yang bergaris vertikal, sesudah berpijah hilang warnanya dan berubah menjadi ikan jantan. Contoh ikan hermaprodit sinkroni yaitu ikan-ikan dari Famili Serranidae. Ikan yang tidak mengadakan pembuahan sendiri, dalam satu kali pemijahan ia dapat berlaku sebagai ikan jantan dan dapat pula sebagai ikan betina. Contoh Serranus cabrilla dan Hepatus hepatus serta Serranus subligerius.

b)    Hermaprodit protandri/protandrous
Ikan ini mempunyai gonad yang mengadakan proses diferensiasi dari fase jantan ke fase betina. Ketika ikan masih muda gonadnya mempunyai daerah ovarium dan daerah testis, tetapi jaringan testis mengisi sebagian besar gonad pada bagian lateroventral. Setelah jaringan testisnya berfungsi dan dapat mengeluarkan sperma, terjadi masa transisi yaitu ovariumnya membesar dan testis mengkerut. Pada ikan yang sudah tua, testis sudah tereduksi sekali sehingga sebagian besar dari gonad diisi oleh jaringan ovarium yang berfungsi, sehingga ikan berubah menjadi fase betina. Contoh ikan yang termasuk H. Protandri : Lates carcariver, Sparus auratus, Sargus anularis, Pagellus centrodontus, dan Pagellus mormyrus.
Tipe ini sama halnya dengan synchronous hermaprodit dan yang tergolong protandrous hermaprodit hanya diketahui pada famili Latidae (Garret, 1986) dan Amphiprionidae (Floyd, 1993). Famili Latidae bersifat monotifik (mempunyai 1 genus dan 1 spesies) yaitu Lates calcarifer, sedangkan famili Amphiprionidae terdiri dari beberapa spesies antara lain : Amphiprion frenatus, A. ocellaris, A. chrysopteris, A. clarkii dan A. akallopisos (Floyd, 1993).
 
c)    Hermaprodit protagini/protoginynous.
Keadaan yang sebaliknya dengan hermaprodit protandri. Proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan. Pada beberapa ikan yang termasuk golongan ini sering terjadi sesudah satu kali pemijahan, jaringan ovariumnya mengkerut kemudian jaringan testisnya berkembang. Salah satu spesies ikan di Indonesia yang sudah dikenal termasuk ke dalam golongan hermaprodit protogini ialah ikan belut sawah (Monopterus albus) dan ikan kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina). Ikan ini memulai siklus reproduksinya sebagai ikan betina yang berfungsi, kemudian berubah menjadi ikan jantan yang berfungsi. Urutan daur hidupnya yaitu : masa juvenile yang hermaprodit, masa betina yang berfungsi, masa intersek dan masa terakhir masa jantan yang berfungsi. Pada ikan-ikan yang termasuk ke dalam Famili Labridae, misalnya Halichieres sp. terdapat dua macam jantan yang berbeda. Ikan jantan pertama terlihatnya seperti betina tetapi tetap jantan selama hidupnya, sedangkan jantan yang kedua ialah jantan yang berasal dari perubahan ikan betina. Pada ikan-ikan yang mempunyai dua fase dalam satu siklus hidupnya, pada tiap-tiap fasenya sering didapatkan ada perbedaan baik dalam morfologi maupun warnanya. Keadaan demikian menyebabkan terjadinya kesalahan dalam mendeterminasi ikan itu menjadi dua nama, yang sebenarnya spesies ikan itu sama. Misalnya pada ikan Larbus ossifagus ada dua individu yang berwarna merah dan ada yang berwarna biru. Ternyata ikan yang berwarna merah adalah ikan betina, sedangkan yang berwarna biru adalah ikan jantan.
 
Tabel 1. Beberapa Jenis Ikan Laut Yang Bersifat Protogynous Hermaprodit.
(Sumber: Mayunar, 1994).

Ikan kerapu macan (Epinephelus sexfasciatus) merupakan ikan hermaprodit protogini yaitu keadaan dimana proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan. Salah satu faktor yang memengaruhi perubahan kelamin tersebut jika rasio jantan dan betina dalam populasi tidak seimbang. Perubahan kelamin jantan menjadi betina atau betina menjadi jantan pada ikan kerapu akan sangat drastis apabila perbandingan (rasio) kelamin jantan dan betinanya tidak seimbang (Ghufron, 2005).

Faktor-Fakktor yang Mempengaruhi
Perubahan seks pada ikan kemungkinan disebabkan adanya perubahan fisiologi yang bersifat endogenus yang berasosiasi dengan ukuran tubuh dan umur (Warner, 1975). Tetapi pengamatan secara langsung menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi di dalam kelompok sosial ikan yang terstruktur dan mantap hampir selalu memicu terjadinya perubahan seks melalui proses perilaku (Robertson, 1972; Fricke and Fricke, 1977; Shapiro, 1979). Sebagai contoh perubahan seks terjadi setelah adanya pemindahan atau pengeluaran ikan jantan yang dominan dari kelompok sosial yang sudah tetap/mantap.

Perubahan seks pada ikan yang hermafrodit protoginus terjadi karena beberapa faktor, antara lain berhubungan dengan sistem sosial dimana individu yang besar, umumnya jantan yang dominan, mempunyai derajat reproduksi yang tinggi (Reinboth, 1973; Robertson and Choat, 1974; Warner et al., 1975) atau karena faktor sosial dimana betina berubah seks karena jantan yang dominan dipindahkan atau mati (Robertson, 1972; Warner et al., 1975).

Rekayasa
Rakayasa dalam perbanyakan induk jantan ikan baung salah satunya dengan perangsangan perubahan kelamin melalui pemberian hormon androgen. Penggunaan hormon androgen seperti testosteron, 17α-metiltestosteron (17α-MT), dan testosteron propionat, telah terbukti berhasil dalam proses pembalikan kelamin jantan pada ikan nila (Zairin et al., 2002; Zairin et al., 2005), ikan gurami (Sunandar et al., 2005), ikan kerapu (Mayunar et al., 1993), ikan luohan (Adam, 2006), ikan gapi (Yunianti, 1995), dan udang galah (Akmal et al., 2004). Pembalikan kelamin dengan pemberian hormon androgen (misalnya metiltestosteron) cukup efektif untuk memproduksi populasi jantan pada spesies yang telah disebutkan diatas, dengan tingkat keberhasilan mencapai 96-100% (Akbar dan Hanafie, 2013). Akriflavin yang diberikan pada ikan nila merah melalui pakan dapat membuat pembentukan kelamin jantan ikan nila merah meningkat sampai 72,46% pada dosis 15 mg/kg pakan, 78,3% dengan dosis 25 mg/kg pakan, dan 79,0% dengan dosis 35 mg/kg pakan. Pada penelitian tersebut, semakin tinggi dosis akriflavin yang diberikan hasil nisbah kelamin jantan semakin meningkat (Zairin et al., 2005). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas pemberian hormon ini, diantaranya adalah : jenis hormon, dosis hormon, waktu diferensiasi kelamin, metode pemberian hormon dan suhu (Yuniarti dkk., 2007).
Referensi:
Adam, M., Fauzan. 2006. Pengaruh pemberian pakan berhormon 17 α-Metiltestosteron pada dosis 30,40, dan 50 mg/kg pakan terhadap nisbah kelamin ikan Luo Han (Cichlasoma spp.). Skripsi, Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Bogor. 41 hal.
Akbar, J., dan Hanafie, A. 2013. Efek Pemberian Dosis Akriflavin dan Lama Perendaman Yang Berbeda Terhadap Rasio Pembentukan Kelamin Jantan Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Depik, 2(1): 1-5.
Akmal., D. Rohmana, M.B. Galugu. 2004. Optimalisasi pembesaran udang galah dari hasil aplikasi sex reversal dengan menggunakan aromatase inhibitor di kolam irigasi. Kumpulan Abstrak Pertemuan Pra-Lintas Unit Pelaksana Teknis Bidang Budidaya Laut dan Air Payau. Mataram 2-5 Agustus 2004.
Anonimous. 2013. Hermaprodit. Dalam: http://cintaduniaperikanan.blogspot.com/2013/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html (Diakses: 26 November 2014).
Floyd, R.F. 1993. Reproduction of Marine Tropical Fish, p : 628 - 634. In; Stoskopf, M.K. (ed.), Fish Medice, W.B. Sounder Company, Harcourt Brace Javanovich, Inc. Philadelphia.
Fricke, H.W. and S. Fricke. 1977. Monogamy and Sex Change by Aggressive Dominance in Coral Reef Fish. Nature 266 : 830-832.
Garret, R.N. 1986. Reproduction in Queesland Banamundi. Hates Calcarifer. Proceeding of an International Workshop Held at Darwin, N.T. Australia, 24 - 30 September 1986 : 38 - 43.
Ghufron, M. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Hoar, W.W. 1969. Reproduction. In: Fish Physiology. (W.S. Hoar and DJ. Randall, eds.), vol. 3. Acad. Press, New York.
Mayunar. 1994. Beberapa Tipe dan Teori Hermaprodit Pada Ikan Laut. Oseana, XIX(1): 21-31.
Mayunar., S. Diani, T. Ahmad. 1993. Studi pendahuluan perubahan kelamin dan reproduksi ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai, 9(1): 125-134.
Reinboth, R. 1973. Dualistic Reproductive Behavior in The Protogynus Wrasse Thallasoma Bifasciatum and Some Observations on Its Day-Night Change Over. Helgol. Wiss. Meers. 24 : 174-191.
Reinboth, R. 1975. Spontaneous and Hormone Induce Sex-Inversion in Wrasse (Labridae) Pubbl. Staz. Zool. Napoli 39 supll. : 550-573.
Robertson, D.R. & H. Choat. 1974. Protogynus Hermaphroditism and Social System in Labrid Fishes. Proc. 2 nd Int. Symp. Coral Reefs G.B.R. Committee, Brisbane, 1 : 217-225.
Robertson, D.R. 1972. Social Control of Sex Reversal in A Coral Reef Fish. Science N.Y., 177 : 1007-1009.
Roos, R.M. 1990. The Evolution of Sex Change Mechanism in Fishes. Env. Biol Fish. 29: 81-93.
Shapiro, D.Y 1979. Social Behavior, Group Structure, and The Control of Sex Reversal in Hermaphroditic Fish. in: Advances In The Study of Behavior. J.S. Rasenblatt, R.A. Hinde, C. Beer and M.C. Busnel (eds), vol. 10: 43-102. Acad. Press., N. York.
Suharti, S.R. 1999. Hermafroditisme : Suatu Alternatif Pola Reproduksi Pada Ikan. Oseana, XXIV(3): 27-33.
Sunandar., T.M. Arifin, N. Yuliani. 2005. Perendaman benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac) terhadap keberhasilan pembentukan kelamin jantan. Jurusan Perikanan, UMM, Malang. 9 hal.
Warner, R.R. 1975. The Adaptive Significance of Sequential Hermaphroditsm in Animals. Am. Nat. 109: 61-82.
Warner, R.R. 1984. Mating Systems and Hermaphroditism in Coral Reef Fishes. Amer. Scient. 72: 129-136.
Yunianti, A. 1995. Pengaruh lama waktu perendaman induk di dalam larutan hormon 17 α-Metiltestosteron terhadap nisbah kelamin anak ikan gapi (Poecilia reticulata Peters). Skripsi, Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan, IPB, Bogor. 41 hal.
Yuniarti, T., Hanif., Prayoga, T., dan Suroso. 2007. Teknik Produksi Induk Betina Ikan Nila. Jurnal Budidaya Air Tawar, 4(1): 27-31.
Zairin, M.Jr. 2002. Sex reversal memproduksi benih ikan jantan atau betina. Penebar Swadaya, Jakarta. 96 hal.
Zairin, M.Jr., D. Nurlestiyoningrum, M.M. Raswin. 2005. Pengaruh dosis akriflavin yang diberikan secara oral kepada larva ikan nila merah (Oreochromis sp.) terhadap nisbah kelaminnya. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2): 131-137.
Zairin, M.Jr., O. Carman, A. Laining, E. Nurdiana. 2002. The effects of different exposure time of 17α-methyltestosterone on sex ratio of Congo Tetra (Micralestes interruptus). Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 9: 59-65.

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama