Mengenal dan Membudidayakan Kuda Laut Hewan Kecil Berpotensi Tinggi

Kuda Laut (Hippocampus sp.)
Wilayah pesisir merupakan ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terjadi interaksi antara ekosistem daratan dan ekosistem laut. Secara sosio-ekonomi, kawasan pesisir merupakan kawasan yang sangat potensial dari segi kandungan sumberdaya alamnya, baik yang bersifat biotik maupun abiotik. Menurut Widodo, et al. (1998), perairan Indonesia merupakan daerah terkaya akan jenis-jenis ikan hias laut dibandingkan dengan beberapa negara penghasil ikan hias lainnya. Di Indonesia terdapat lebih kurang 253 jenis ikan hias laut, diantaranya adalah kuda laut.
Kuda laut cukup komersial dan unik karena mempunyai morfologi yang berbeda dengan ikan-ikan yang lain. Kuda laut memiliki daya tarik tersendiri yaitu, bentuk kepala kuda laut yang menyerupai kepala kuda dan faktanya bahwa kuda laut jantan mempunyai kantong pengeraman yang tidak dijumpai pada jenis ikan yang lain menjadi daya tarik tersendiri. Daya tarik lain adalah posisi badannya yang tegak saat berenang serta kemampuan untuk menyesuaikan warna tubuhnya dengan lingkungan sehingga penampilannya makin menarik untuk pajangan akuarium. Hal tersebut mendorong terjadinya penangkapan yang intensif di alam sehingga membahayakan kelestariannya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian kuda laut adalah dengan melakukan pengembangan ke arah budidayanya khususnya pembenihan.

Klasifikasi dan Morfologi
Taksonomi kuda laut menurut Hidayat dan Silfester (1998) dalam Syafiuddin (2004) adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub Class : Teleostomi
Ordo : Gasterosteiformes
Family : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
 
Kuda laut adalah hewan yang telah mengalami evolusi sejak 40 juta tahun lalu (Fritzhe, 1997 dalam Syafiuddin, 2004). Diistilahkan ke dalam genus Hippocampus berasal dari bahasa Yunani yang berarti binatang laut berbentuk kepala kuda, (hippos = kepala kuda ; campus = binatang laut).

Gambar 1. Morfologi Kuda Laut (Hippocampus spp.)

Biologi
Menurut Burton dan Maurice (1985), dalam Vedcabagus (2008), ciri-ciri kuda laut adalah tubuh agak pipih dan melengkung, kepala dilengkapi dengan moncong, leher dapat digerakkan dan ekor yang panjang, leher, tubuh dan ekornya terdiri atas rangkaian tulang pipih yang terbentuk cincin sehingga tubuhnya nampak seperti ranting kayu. Pada kepala terdapat mahkota atau sering disebut coronet. Sepasang mata yang dapat melihat ke segala arah, dan mulut berbentuk tabung (moncong) yang digunakan untuk menyedot makanan. Ekornya   panjang dan dapat dililitkan (prehensile), berfungsi untuk berpegangan. Menurut Thayib (1977) dalam Vedcabagus (2008), meski bentuk tubuh kuda laut menyimpang dari bentuk ikan pada umumnya, tapi ia dilengkapi oleh organ-organ yang identik dengan organ ikan. Kuda laut memiliki sirip punggung yang berfungsi untuk bergerak, insang yang berguna untuk menyerap oksigen dan tulang punggung untuk menopang kerangka tubuhnya.

Menurut Dames (2000), dalam Syarifuddin (2004), ukuran tubuh kuda laut relatif kecil dan komposisi badannya unik membuat mereka hampir tidak mampu berenang, merupakan satu-satunya ikan yang mampu ditangkap langsung dengan tangan, dan mempunyai panjang antara 5 cm - 36 cm tergantung jenisnya. Kuda laut termasuk hewan mimikri yaitu memiliki kemampuan untuk berkamuflase atau berubah sesuai warna substrat dimana kuda laut itu berada. Warna dasar berubah-ubah dari dominan putih menjadi kuning tanah, kadang memiliki bintik-bintik atau garis-garis terang ataupun gelap, dimana perubahan tersebut tergantung pada intensitas cahaya (Anonimous, 2009b). Selanjutnya menurut Anonimous (2006), Kuda laut terkenal dengan kemampuan kamuflasenya yang sangat hebat, yaitu dengan cara mengubah corak tubuhnya sesuai dengan lingkungan sekitarnya atau menumbuhkan filamen-filamen di sekujur tubuhnya sehingga tampak menyerupai tumbuhan laut. Kamuflase ini dilakukan dalam rangka menghindari predator, mengelabui mangsa, dan selama aktivitas percumbuan. Kuda laut memiliki kehidupan sosial yang sangat baik, mereka akan saling memberikan salam satu sama lain ketika bertemu pada pagi hari dan ketika akan berpisah pada sore hari dengan cara mengubah warna tubuhnya sesaat ketika berpasangan atau dengan mengeluarkan suara-suara ‘klik-klik’ yang dihasilkan oleh rahangnya.

Gambar 2. Perkembangan Kuda Laut (Hippocampus spp.)

Habitat dan Penyebaran
Kuda laut dapat dijumpai hampir di seluruh perairan dunia, mulai dari kawasan beriklim tropis hingga beriklim sedang. Habitat kuda laut terutama di sepanjang pesisir pantai, tepian laut, teluk-teluk yang dangkal, mendiami tempat-tempat yang banyak terdapat terumbu karang, hutan bakau, dan padang lamun. Dari sejumlah species anggota kuda laut, Hippocampus kuda adalah jenis yang memiliki distribusi paling luas, terutama di sepanjang perairan tropis Indo-Pasifik. Wilayah persebaran hewan ini ke barat hingga Selat Inggris, ke timur hingga Kepulauan Hawaii, ke utara hingga Laut Jepang, dan ke selatan hingga Pantai Australia (Anonimous, 2006). Sedangkan di Indonesia, kuda laut banyak tersebar di perairan Lampung, Teluk Jakarta, Bali dan Flores (Balai Riset Perikanan Laut, 2004).

Umumnya kuda laut hidup di perairan dengan kedalaman antara 1 – 15 meter. Musim penangkapan dilakukan oleh nelayan sepanjang tahun, musim dimana kuda laut melimpah adalah di bulan Agustus sampai November (Anonimous, 2009b).

Tingkah Laku dan Distribusi
Kuda laut berenang dengan tubuh yang tegak dan mereka dapat menganggukkan kepala ke atas dan ke bawah. Tetapi mereka tidak dapat menggelengkan kepala atau menoleh ke kiri dan kanan. Hal ini bisa menjadi masalah bagi makhluk-makhluk yang lain, namun tidak demikian dengan kuda laut, berkat perancangan tubuh mereka yang khusus. Mata kuda laut dapat bergerak dengan bebas, berputar-putar mengamati setiap sisi sehingga mereka dapat melihat sekelilingnya dengan mudah, bahkan tanpa mampu menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan (Yahya, 2005).

Kuda laut tidak pernah berenang jauh-jauh dari karang, karena untuk menghindarkan diri dari bahaya. Ia sering berdiam diri dan menambatkan ekornya pada karang-karang atau celah bebatuan. Makanan kesukaan kuda laut adalah udang-udang kecil. Biasanya hanya berenang perlahan-lahan dalam posisi berdiri (Anonimous, 2007b). Cara bergerak kuda laut pun jauh berbeda dari kebanyakan ikan. Kuda laut jarang berpindah tempat, mereka lebih suka berdiam diri dengan posisi vertikal dengan cara meliliti benda-benda di sekitarnya. Apabila harus bergerak, misalnya karena menghindari predator, kuda laut akan mendorong tubuhnya ke depan dengan bantuan tenaga dari getaran sirip mungil di punggungnya yang mampu bergetar hingga 35 kali per detik (Anonimous, 2006).

Cara berenang kuda laut juga dipengaruhi oleh sistem yang sangat khusus. Kuda laut bergerak naik-turun di dalam air dengan cara mengubah isi udara dalam kantung renangnya. Jika kantung renang ini rusak dan kehilangan sedikit udara, kuda laut tenggelam ke dasar laut. Kecelakaan yang sedemikian menyebabkan matinya kuda laut. Di sini, ada hal sangat penting yang tidak boleh dilewatkan. Jumlah udara di dalam kantung renang telah ditetapkan secara amat teliti. Oleh sebab itulah, perubahan yang sangat tipis dapat menyebabkan kematian makhluk tersebut. Keseimbangan yang peka ini menunjukkan sesuatu yang sangat penting. Kuda laut dapat bertahan hanya jika keseimbangan ini terjaga. Dengan kata lain, kuda laut dapat bertahan hidup karena telah dilengkapi dengan sistem ini saat pertama muncul di dunia. Situasi ini menunjukkan kepada kita bahwa kuda laut tidak akan mungkin memperoleh karakteristik mereka seiring dengan berjalannya waktu, yaitu, kuda laut bukan produk evolusi sebagaimana diklaim oleh para evolusionis (Anonimous, 2007b). Distribusi Hippocampus kuda terbentang di daerah tropis Indo-Pasifik dari sub continental India barat sampai di pulau-pulau Pasifik timur (Lourie et al., 1999). 

Reproduksi dan Siklus Hidup
Kuda laut adalah satu-satunya hewan di dunia dimana jenis jantannyalah yang hamil. Tetapi bukan berarti yang jantan yang memproduksi telur. Namun, telur tersebut tetap dihasilkan oleh betina (Anonimous, 2009a). Untuk melakukan pemijahan masing-masing kuda laut mencari pasangannya. Induk jantan yang matang kelamin aktif mencari induk betina, begitu pula sebaliknya apabila ikan betina siap memijah akan berusaha menemukan pasangan yang cocok. Ciri-ciri induk jantan yang matang kelamin dan siap memijah adalah jantan akan mengejar betina sambil menekuk ekor dan menggembungkan kantung pengeraman, dan warna tubuh jantan berubah menjadi cerah. Sedangkan ciri-ciri betina yang matang gonad dan siap memijah adalah bagian perut membesar, urogenital berwarna kemerah-merahan, apabila disorot cahaya, bagian dalam perut berwarna kemerah-merahan. Warna tubuh berubah menjadi cerah dan bila dililit oleh ekor kuda laut jantan tidak berusaha melepaskan diri (Fahri, 2009).

Kuda laut jantan memiliki kantung perut yang besar dan pembuka seperti celah di bagian dasar perutnya, yang tidak dilapisi baju zirah. Kuda laut betina meletakkan telur-telurnya langsung ke dalam kantung perut ini dan kuda laut jantan membuahi telur saat dijatuhkan. Lapisan dalam kantung perut menjadi seperti spons dan dipenuhi dengan pembuluh darah, yang penting untuk memberi makan telur. Satu atau dua bulan kemudian kuda laut jantan melahirkan kembaran kecil dari dirinya sendiri (Anonimous, 2007b).

Pada minggu ketiga satu persatu kuda laut-kuda laut kecil akan lahir dan tumbuh dewasa menjadi kuda laut-kuda laut yang cantik. Kuda laut jantan memerlukan waktu sekitar 30 menit untuk melahirkan anak-anaknya. Dalam sekali melahirkan, dapat mencapai jumlah hingga ribuan ekor, tergantung pada jenisnya. Kuda laut memiliki 50 jenis berbeda di dunia. Setelah melepaskan kuda laut-kuda laut kecil, pejantan akan segera siap menyimpan telur lagi. Bayi-bayi Kuda laut terlihat sangat mirip dengan induknya, kecuali dalam hal ukuran. Dan yang lebih menarik lagi, mereka akan mampu mencari makan sendiri setelah dilahirkan (Anonimous, 2009a).

Kuda laut termasuk hewan monogami, yaitu hanya memiliki satu pasangan saja seumur hidupnya. Apabila pasangannya mati, tertangkap, atau hilang, maka pasangan yang tertinggal akan lebih memilih hidup sendiri, atau apabila memutuskan untuk memiliki pasangan baru akan menunggu setelah jangka waktu yang sangat lama. Hal ini menjadi salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan populasi kuda laut di alam, di samping faktor predasi, mortalitas yang tinggi akibat infeksi ektoparasit, dan perubahan lingkungan habitatnya. Penangkapan besar-besaran (eksploitasi) oleh manusia semakin memperburuk kondisi ini (Anonimous, 2006).

Proses pemijahan dimulai dengan percumbuan yang tak kalah unik karena dapat berlangsung selama berhari-hari dengan tarian-tarian dan perubahan warna yang mengesankan, dan akan diakhiri dengan perubahan warna individu betina yang menjadi cerah, menandakan siap memijah. Telur-telur yang dihasilkan oleh si betina akan disalurkan ke kantung eram (brood pouch) yang dimiliki oleh individu jantan, dibuahi di dalam kantung tersebut, dan selanjutnya dipelihara hingga menetas. Selama lebih kurang sepuluh hari kuda laut jantan akan tampak seperti sedang ‘bunting’ dan selanjutnya ‘melahirkan’ sejumlah kuda laut mungil. Dari 1000 butir telur yang dihasilkan setiap kali pemijahan, jumlah anakan yang mampu lulus-hidup hanya sekitar 250-600 ekor saja. Masa pemijahan kuda laut dapat berlangsung sepanjang tahun, tergantung pada kondisi air, terutama temperatur. Dalam kondisi yang optimal, pemijahan dapat terjadi hingga empat kali dalam setahun (Anonimous, 2006).
Kelahiran atau proses pengeluaran juwana merupakan proses yang sangat meletihkan bagi kuda laut jantan. Induk jantan berpegang kuat-kuat atu berenang mondar-mandir dan menggosok-gosokan kantungnya pada dasar bak. Dengan cara menekuk tubuh dan membuka lubang kantungnya, disertai kontraksi kantung pengeraman maka juwana disemprotkan keluar dari kantung. Proses kelahiran juwana dilakukan secara bertahap. Setelah melahirkan induk jantan diam, dan beristirahat untuk beberapa jam (Fahri, 2009).

Selain itu, kuda laut jantan juga ternyata memiliki sperma-sperma super yang mampu membuahi banyak set telur dalam waktu singkat. Analisis tersebut di buat oleh Profesor Bill Holt dan para koleganya dari Zoological Society of London (ZSL). Kesimpulan tersebut dikemukakan setelah mengamati video rekaman pertama yang menayangkan protes perkawinan kuda laut kuning (Hippocampus kuda) secara terperinci. Saat ritual kawin dimulai, kuda laut betina akan menyalurkan sel-sel telurnya ke kantung khusus yang ada di tubuh kuda laut jantan selama 5 hingga 10 detik. Di saat yang sama, kuda laut jantan ternyata menyemprotkan ratusan spermanya ke air yang kemudian berenang secepatnya mencari sel telur di dalam kantung. Temuan ini mengejutkan karena sebelumnya diduga bahwa sperma langsung disalurkan dari tubuh pejantan ke kantung khusus di tubuhnya. Dari beberapa ratus sperma yang dihasilkan tiap kali kawin, sekitar 100 di antaranya berhasil membuahi sel telur dan menjadi keturunan. Saat ini para peneliti belum dapat menjelaskan bagaimana sperma-sperma kuda laut jantan bisa menemukan sel telur begitu cepat. Sebab, setelah sel telur dipindahkan dalam 10 detik, kantung sel telur di tubuh kuda laut jantan akan tertutup rapat sampai saatnya telur menetas (Anonimous, 2007a).
Gambar 2. Reproduksi dan Siklus Hidup Kuda Laut H. kuda (Sumber: FAO.org)

Menurut Sumantadinata (1983), pembuahan adalah penggabungan antara inti sel telur dengan inti sperma sehingga membentuk zigot yang menjadi awal perkembangan embrio. Perkembangan dari embrio sampai juvenil bervariasi dari satu jenis ikan ke jenis ikan lain, dari ukuran tubuh sampai perubahan morfologi secara detail (Blaxter, 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi diversitas perkembangan fase larva, antara lain :
  1. Masa keberadaan kuning telur, yang bergantung pada jenis ikan, ukuran telur dan temperature
  2. Lama periode larva, berkisar dari beberapa hari sampai beberapa bulan bergantung pada batas toleransi temperatur setiap jenis ikan.
Pada masa embrio terdapat dua fase stadia larva yaitu pralarva dan postlarva. Pralarva adalah larva yang masih mempunyai kuning telur, sedangkan postlarva adalah larva yang telah kehabisan kuning telur sampai terbentuk organ

Manfaat dan Kegunaan
Selama berabad-abad orang China mempercayai khasiat kuda laut sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, bisa penyakit luar maupun penyakit dalam, bahkan menyembuhkan berbagai penyakit ringan, hingga yang sulit disembuhkan (Teguh, 2007). Kuda laut banyak dimanfaatkan untuk bahan obat-obatan dalam bentuk tepung. Di China, obat dari kuda laut  ini disebut gingseng dari Selatan. Kuda laut ini digunakan sebagai tonik untuk memulihkan tubuh dari keletihan dan kelemahan fungsi ginjal dan sangat baik untuk memperbaiki kerusakan sistem saraf (Romimohtarto & Juwana, 2005).

Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional untuk mengobati asma, penyempitan pembuluh darah, gangguan ginjal, gangguan kelenjar tyroid dan kulit (Vedcabagus, 2008). Sedangkan menurut Teguh (2007) juga dimanfaatkan sebagai obat pembangkit stamina yang loyo, jumlah sperma yang sedikit, penyakit kulit, peradangan, gangguan pencernaan, gangguan pernafasan (asma), gangguan jantung dan sistem peredaran darah, dan gangguan fungsi otak, gangguan hati dan ginjal, penurunan sistem imun, dan sebagainya karena binatang ini mengandung asam stearat, protease, y-carotene, astacene, melanin, cholimesterase, sodium, klorida, magnesium, dan sulfat disamping sebagai obat, kuda laut juga dikonsumsi masyarakat sebagai tonik untuk memulihkan kesehatan, menjaga stamina, dan vitalitas tubuh. Dalam resep pengobatan selama ini, kuda laut dapat langsung dikonsumsi sebagai bahan makanan (sebagai sayur, lauk pauk, atau makanan ringan), direbus dalam air atau dicampur dengan cairan tertentu (biasanya anggur atau arak) kemudian diminum, difermentasikan, dikeringkan kemudian diserbuk atau dikemas dalam bentuk butiran pil atau kapsul. Cara yang lebih modern adalah dengan mengekstraknya sehingga diperoleh saripati sesuai dengan tujuan pengobatannya (Anonimous, 2006).

Pengelolaan Kualitas Air dan Desain Layout Hatchery
Karakteristik perairan yang cocok untuk budidaya kuda laut adalah kondisi perairan yang cendrung tenang, terlindung dari gelombang dan laut terbuka, perairan dangkal yang banyak terdapat rumput laut (seaweed), mangrove dan lamun (seagrass). Selain itu kondisi perairan dengan suhu berkisar 29 – 31°C, oksigen terlarut 4,0 – 4,2 ppm, salinitas antara 30 – 32 ppt, pH 7 – 8, nitrat 0,522 – 2,796 ppm, pospat 1,114 – 1,958 ppm dan amoniak 0,021-0,022 ppm (Anonimous, 2009b). Agar kualitas air media tetap baik maka perlu dilakukan penyiponan dan pergantian air sekitar 200 % per hari dengan sistem air mengalir. Kuda laut membutuhkan air yang tenang sehingga dapat bertengger, bergerak untuk menangkap makanan maupun untuk melakukan pemijahan, oleh karena itu aliran air dibuat pelan agar tidak mengganggu aktivitas. Pergantian air secara total dilakukan jika media pemeliharaan terlihat sudah tidak layak atau terlihat kotor. Air diturunkan hingga ketinggian air sekitar 30 cm. Agar arus air tidak terlalu kencang, pada pipa pemasukan diberi saringan yang sekaligus berfungsi untuk menyaring kotoran (Fahri, 2009).
Gambar 3. Tata Letak Hatchery

Hama dan Penyakit
Beberapa hama yang sudah diketahui menyerang kuda laut yaitu : kepiting, ubur-ubur, udang karang, ikan-ikan pemangsa (kakap dan sebangsanya), serta lumut. Sedangkan penyakit pada kuda laut digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi di sebabkan oleh jamur (ichthyophonus sp), parasit (protozoa dan metazoa), bakteri (Vibrio vulnificus dan Aeromonas sp) sedangkan penyakit non infeksi adalah yang diakibatkan faktor lingkungan (Fahri, 2009).

Tindakan pencega
han dapat dilakukan dengan menjaga lingkungan pemeliharaan, apabila ditemui hama dan penyakit, identifikasi jenis hama dan penyakit yang cepat dan tepat sangat membantu dalam pengobatan kuda laut yang sakit. Untuk penyakit jamur dapat diobati dengan perendaman menggunakan methylen blue 1-3 ppm selama 1-6 jam. Untuk benih kuda laut ukuran di atas 5 cm dapat menggunakan formalin 37% dengan dosis 25-50 ppm selama 30-60 menit. Untuk jenis parasit dapat dilakukan perendaman dengan formalin 25pm atau CuSO4 0,25 ppm selama 10 menit. Untuk penyembuhan penyakit oleh bakteri dapat dilakukan dengan perendaman kuda laut pada larutan syntomycin 25 ppt selama 30 menit, dan diulang selama 3 hari berturut-turut (Fahri, 2009).

Sarana Pembenihan Kuda Laut
 
1.    Bak Induk                                          
Bak induk mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai tempat pemeliharaan calon induk, perkawinan ataupun pemijahan. Berdasarkan ujicoba yang telah dilakukan oleh BBL Lampung, penggunaan bak induk kuda laut mulai dari bak dengan volume 1 m3 hingga bak dengan kapasitas 5 m3 menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ukuran kuda laut yang relatif kecil dengan gerakan lamban sehingga tidak memerlukan ruangan yang besar. Kedalaman air media pemeliharan untuk pemijahan kuda laut tidak boleh kurang dari 0,5 m. pemilihan ukuran bak, sebaiknya mempertimbangkan target produksi yang akan dicapai. 

Bak dapat dibuat dari semen atau fiberglass. Bak induk dapat ditempatkan dalam ruang tertutup dengan pencahayaan yang cukup, karena kuda laut dapat mengalami kebutaan jika ditempatkan dalam ruang tanpa cahaya dalam beberapa hari (Al Qodri, 1997). Untuk itu sebaiknya atap untuk ruangan induk kuda laut harus dibuat sebagian dari bahan transparan.

2.    Bak Pemeliharaan Juwana
Seperti halnya bak induk, bak pemeliharaan juwana tidak memerlukan spesifikasi tertentu. Bentuk bak dapat dibuat bulat, oval atau empat persegi panjang dalam berbagai ukuran dengan kedalaman 0,5 – 1,0 meter. Bak pemeliharaan juwana dapat terbuat dari semen atau fiberglass dan dapat ditempatkan diruang terbuka atau tertutup dengan pencahayaan cukup.

3.    Bak Kultur pakan alami
Sampai saat ini juwana kuda laut masih tergantung kepada pakan hidup yang berupa zooplankton. Mengingat akan hal itu, maka dalam pembenihan kuda laut ketersediaan sarana untuk pakan hidup mutlak diperlukan. Bak plankton terdiri atas bak untuk kultur zooplankton dan kultur fitoplankton. Bak plankton untuk skala massal sebaiknya menggunakan bak yang terbuat dari semen atau fiberglass dengan ukuran minimal 10 m3 tergantung dari jumlah pakan hidup yang diperlukan perharinya.
 
4.    Tempat bertengger
Selama masa pemeliharaan kuda laut memerlukan tempat sangkutan atau bertengger, untuk beristirahat. Jika tempat bertengger ini tidak ada dapa  menyebabkan kuda laut mengalami stress. Dalam mempersiapkan tempat bertengger untuk kuda laut perlu diperhatikan beberapa hal yaitu bentuk dan ukuran tempat bertengger. Bentuk tempat bertengger bermacam-macam yaitu : pyramid, kerucut, limas, dll. Tetapi pada prinsipnya tempat bertengger memungkinkan kuda laut bertengger dalam posisi acak tidak berada dalam satu garis vertikal yang sama. Tempat bertengger kuda laut dapat terbuat dari bahanbahan alami, misalnya bebatuan, bunga karang, tali plastik atau potongan bambu.
 
5.    Pengadaan Calon induk
a)    Pemilihan Calon Induk
Dalam pemilihan calon induk perlu memperhatikan beberapa faktor seperti: jenis, ukuran, umur dan kesehatan. Pemilihan jenis kuda laut yang akan dibudidayakan perlu dipertimbangkan beberapa hal diantaranya fekunditas tinggi, mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru, ukuran besar, lebih tahan terhadap penyakit. Salah satu jenis yang telah terbukti memenuhi kriteria tersebut adalah H. kuda, H. comes tubuhnya lebih kecil sehingga fekunditasnya lebih rendah, memerlukan adaptasi dengan lingkungan baru lebih lama.
 
Calon induk yang dipilih, sebaiknya memiliki ukuran ynag sama antara jantan dan betina. Apabila ukuran jantan lebih kecil maka telur dari induk betina tidak dapat diserap seluruhnya ke dalam kantung pengeraman induk jantan akibatnya sebagian telur akan tercecer di dalam air media pemeliharaan. Ukuran calon induk yang baik untuk persiapan pemijahan adalah berat lebih dari 7 gram, dengan kisaran panjang antara 11 – 15 cm, untuk calon induk hasil budidaya sebaiknya yang berumur lebih dari 8 bulan. Bila calon induk tidak memenuhi persyaratan berakibat jumlah telur sedikit, ukuran juwana lebih kecil dan lemah.
 
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan induk adalah faktor kesehatan. Kriteria kuda laut sehat antara lain anggota organ tubuh lengkap dan proporsional, kulit bebas dari parasit dan atau infeksi oleh organisme lainnya. Kuda laut yang mempunyai dada kempet dan terlihat kurus menandakan sudah tidak produktif lagi. Kondisi ini penting diketahui terutama untuk memilih calon
 induk hasil tangkapan alam yang tidak diketahui umurnya.
 
b)    Aklimatisasi
Calon induk hasil tangkapan dari alam harus dikarantina dan diaklimatisasi terlebih dahulu. Karantina bertujuan untuk membebaskan organisme pathogen yang mungkin terbawa dari alam agar tidak menyebar ke induk yang sudah ada di pembenihan. Disamping itu kegiatan aklimatisasi juga untuk menyesuaikan calon induk dengan lingkungan yang baru serta pakan yang biasa digunakan di pembenihan.
 
6.    Pemeliharaan Induk
 
a)    Penebaran
Setelah melewati masa karantina dan aklimatisasi induk ditebar di bak pemeliharaan / pemijahan yang telah dilengkapi dengan tempat bertengger. Kuda laut adakalanya berenang bolak balik melintasi atau mengelilingi bak, oleh karena itu harus diciptakan kondisi yang lapang. Di alam kuda laut tidak hidup berkelompok, oleh karena itu agar tercipta kondisi alami di bak pemeliharaan induk, maka padat tebar tidak terlalu tinggi yaitu berkisar antara 30 – 40 ekor/m3. Vincent (1995) menyarankan, kepadatan induk tidak lebih dari 4 ekor/100 liter media air.
Adapun perbandingan induk jantan dan betina yang dipelihara yaitu 3 : 2. Pemijahan kuda laut berlangsung secara monogami yaitu seekor kuda laut jantan hanya dapat menerima telur dari satu ekor betina dan tidak menerima telur dari betina yang lain sampai anak-anaknya keluar dari kantung pengeramannya. Kuda laut betina dapat memijah kembali dalam waktu 4 – 8 hari.
 
b)    Pemberian Pakan.
Kuda laut masih bergantung pada pakan hidup baik hidup maupun mati. Jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi induk sangat berpengaruh terhadap kematangan gonad maupun kualitas juwana yang dihasilkan. Beberapa jenis pakan yang dapat digunakan sebagai pakan induk adalah artemia dewasa, jambret, rebon, dan teri akan tetapi udang rebon merupakan pakan utama/pokok. Disamping artemia, jambret paling disukai kuda laut. Biasanya dalam sehari kuda laut menghabiskan pakan sekitar 2 – 5 % dari total berat tubuh. Memberi pakan sedikit tetapi sering lebih baik dari pada memberi pakan banyak sekaligus. Pakan diberikan pada pagi, siang hari serta 1 – 2 jam sebelum gelap.
 
c)    Pengelolaan Air
Agar kualitas air media tetap baik maka perlu dilakukan penyiponan dan pergantian air sekitar 200 % per hari dengan sistem air mengalir. Kuda laut membutuhkan air yang tenang sehingga dapat bertengger, bergerak untuk menangkap makanan maupun untuk melakukan pemijahan, oleh karena itu aliran air dibuat pelan agar tidak mengganggu aktivitas. Pergantian air secara total dilakukan jika media pemeliharaan terlihat sudah tidak layak atau terlihat kotor. Air diturunkan hingga ketinggian air sekitar 30 cm. agar arus air tidak terlalu kencang, pada pipa pemasukan diberi saringan yang sekaligus berfungsi untuk menyaring kotoran, kelayakan beberapa parameter kualitas air untuk pemeliharaan kuda laut antara lain : suhu 28 – 300C, salinitas 30-32 ppt, oksigen terlarut 5 – 6 ppm.
 
7.    Pemijahan
a)    Proses pemijahan
Untuk melakukan pemijahan masing-masing kuda laut mencari pasangannya. Induk jantan yang matang kelamin aktif mencari induk betina, begitu pula sebaliknya apabila ikan betina siap memijah akan berusaha menemukan pasangan yang cocok. Ciri-ciri induk yang matang kelamin dan siap memijah adalah sebagai berikut :
 
Jantan :
  • Mengejar betina sambil menekuk ekor dan menggembungkan kantung pengeraman.
  • Warna tubuh berubah menjadi cerah
Betina :
Bagian perut membesar, urogenital berwarna kemerah-merahan
  • Apabila disorot cahaya, bagian dalam perut berwarna kemerahmerahan.
  • Warna tubuh berubah menjadi cerah
  • Bila dililit oleh ekor kuda laut jantan tidak berusaha melepaskan diri.

Induk betina yang siap memijah akan memberikan respon pemijahan terhadap jantan yang mendekat dengan cumbuan yang menarik. Induk jantan dan betina saling mengait satu sama lain, berhadapan dan berenang bersama-sama. Gerakan percumbuan dapat terjadi berkali-kali sampai akhirnya induk betina benar-benar siap memijah. Pada puncak pemijahan ekor jnatan dan betina pada posisi lurus, moncong saling menekan, secara berpasangan berenang menuju ke permukaan dengan posisi lubang kelamin betina diarahkan ke broodpouch (lubang kantung pengeraman) jantan. Kemudian, 5 – 6 detik telur betina dikeluarkan dalam bentuk gumpalan berwarna kemerah-merahan dan segera dimasukan ke kantung pengeraman. Setelah telur keluar seluruhnya, dengan cara yang unik induk betina melepaskan diri dari induk jantan dan induk induk jantan terus berusaha menyerap seluruh telur ke dalam kantung sambil menggoyang-goyang badannya untuk mengatur posisi telur di dalam kantung pengeraman.

b)    Pengeraman
Pengeraman dilakukan oleh kuda laut jantan di dalam kantung penetasan. Kantung ini dilapisi jaringan yang lembut dengan lekuk-lekuk kecil dimana telur diletakkan, pembuluh darah dalam jaringan tersebut membesar dan mengubah kantung tersebut menjadi seperti ovarium pada mamalia yang bentuknya menyerupai sepon. Induk betina dewasa dengan panjang tubuh antara 10 – 14 cm dapat memproduksi telur 300 – 600 butir. Jika ukuran jantan dan betina seimbang, pada proses pemasukan telur ke dalam kantong pengeraman, telur dapat masuk seluruhnya. Namun demikian apabila ukuran si jantan lebih kecil dari pada induk betina, sering terjadi sebagian telur tidak masuk ke dalam kantung jantan dan berhamburan di dasar bak. Telur yang tidak berhasil masuk ke dalam kantung akan mati, sedangkan telur-telur yang berhasil dimasukan akan menetas menjadi larva pada hari ke lima. Larva akan berada dalam kantung pengeraman hingga berubah menjadi juwana, yaitu sekitar 10 hari, kemudian juwana akan dilepaskan dilahirkan ke dalam air media pemeliharaan.

c)    Kelahiran
Kelahiran atau proses pengeluaran juwana merupakan proses yang sangat meletihkan bagi kuda laut jantan. Induk jantan berpegang kuat-kuat atu berenang mondar-mandir dan menggosok-gosokan kantungnya pada dasar bak. Dengan cara menekuk tubuh dan membuka lubang kantungnya, disertai kontraksi kantung pengeraman maka juwana disemprotkan keluar dari kantung. Proses kelahiran juwana dilakukan secara bertahap. Setelah melahirkan, induk jantan diam dan beristirahat untuk beberapa jam.

d)    Pemeliharaan Larva (Juwana)
Juwana adalah sebutan bagi anakan kuda laut yang baru lahir sampai umur maksimal 30 hari atau panjang tubuh sekitar 2 cm dan atau masih bersifat planktonik, melayang dan belum mampu bertengger pada tempat bertengger. Penebaran juwana dilakukan pagi hari antara jam 08.00 – 10.00. seleksi juwana untuk untuk penebaran dengan kriteria : bergerak aktif di kolom air dan melawan arus, posisi tubuh tegak saat berenang, warna cerah dan ukuran panjang minimal 0,6 cm. kepadatan di bak pemeliharaan 2 – 5 ekor/liter. Apabila jumlah induk sedikit sehingga produksi juwana setiap harinya rendah, penebaran dapat dilakukan lebih dari 1 kali sampai kepadatan yang diinginkan namun dalam waktu tidak lebih dari 10 hari. Penebaran yang dilakukan beberapa kali akan menghasilkan ukuran benih yang berbeda pada saat panen umur 30 – 40 hari, dengan ukuran 2,5-3,5 cm.

Pakan juwana kuda laut adalah zooplankton dalam kondisi hidup. Jenis zooplankton yang diberikan sesuai dengan umur dan ukuran juwana, yaitu : Brachionus sp., Copepoda, nauplii artemia sp., dan diaphanosoma sp. juwana D1- D7 diberikan nauplius kopepoda dicampur dengan brachionus dengan kepadatan 5–10 ekor/ml. pakan juwana yang berumur D8-D10 sudah dapat diberi tambahan nauplius artemia selain copepoda. juwana D20 – D40 mampu memangsa nauplius diaphanosoma.

Untuk mengetahui pertumbuahn juwana dapat dilakukan dengan sampling pengukuran panjang dan berat badan. Setelah masa pemeliharaan sekitar 30 hari juwana yang telah berukuran minimal 2 cm (benih) dapat dilakukan pemanenan yang selanjutnya dipelihara di bak pemeliharaan benih.
Referensi:
Akbar, S. Hartono, P. Anwar, K, 1999. Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus Spp). Ditjen Balai Budidaya Laut Lampung.
Al Qodri AH, Sudjiharno, Hermawan A. 1998. Pemeliharaan Induk Dan Pematangan Gonad. Di Dalam: Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus Spp). Lampng: Deptan, Ditjenkan. Bali Budidaya Laut.
Al Qodri, A.H., Sudjiharno Dan P.Hartono, 1999. Rekayasa Teknologi Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus, Spp). Ditjen Balai Budidaya Laut.Lampung.
Ballard. W. W. 1964. Comparative And Embriology.The Ronald Press. Co. New York. 89-164
Balai Riset Perikanan Laut. 2004. Ikan Hias Laut Indonesia. Jakarta. Penebar Swadaya.
Lourie, S.A., A.C.J. Vincent, and H.J. Hall. 1999. Seahorse: An Identification Guide to The World’s Species and Their Conservation, Project Seahorse, London: 214pp.
Romimohtarto, K Dan Juwana,S. 2005. Biologi Laut. Jakarta. Djambatan.
Syarifuddin. 2004. Pembenihan Dan Penangkaran Sebagai Alternatif Pelestarian Populasi Kuda Laut (Hyppocampus Spp.) Di Alam. Afikiki@Telkom.Net
Sumantadinata, K. 1983. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan Di Indonesia. Pt Sastra Hudaya. Jakarta.
Syafiuddin. 2010. Studi Aspek Fisiologi Reproduksi Perkembangan Ovari Dan Pemijahan Kuda Laut (H. Barbouri) Dalam Wadah Budidaya. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Thayib, S.S, 1977. Beberapa Catatan Menarik Mengenai Tangkur Kuda (Hippocampus ,Spp). Warta Oseana G. Hal 1-5.
Widodo, J., B. Priyono Dan G. Tampubulon., 1998. Potensi Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut Di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanologi Lipi. Jakarta.

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama