Ke Laut Ajah Loe !

Istilah “ke Laut  ajah loe” sempat menjadi istilah trendi bagi anak-anak kota yang kekinian. Istilah ini menggambarkan bentuk kekesalan seseorang terhadap orang lain yang menganggap orang yang dimaksudkan tersebut tidak lah penting dan tidak setara dengan dirinya. Jika kita mendalami makna dari istilah ini maka kita seakan dapat menarik kesimpulan bahwa laut itu seakan tak penting dan tidak ada manfaatnya. Bukanlah hanya isapan jempol, istilah ini memang lah betul adanya, laut tidak lah penting dan laut hanyalah tempat yang dipenuhi air asin yang tidaklah enak untuk diminum.
Lihatlah di Negeri ini, masyarakat pesisir yang hidup dan wafatnya pun di laut kondisinya yah begitu-begitu saja. Kebanyakan dari mereka hidup dan meninggal dalam keadaan miskin, Hidup melarat, tak ada tabungan, dari lahir hingga wafatpun dalam keadaan miskin sedangkan di Laut yang mereka tinggali selama ini menyimpan banyak kekayaan. Berdasarkan penelitian sekitar 14,58 juta atau sekitar 90 persen dari 16,2 juta nelayan di kawasan pasisir hidup di bawah garis kemiskinan. Sungguh ironis kehidupan mereka, sungguh naas bagaikan pribahasa:
Ayam Bertelur Di padi Mati kelaparan, Itik Berenang Di air Mati kehausan
Kita seakan tidak pernah menyadari anugerah yang telah diberikan tuhan kepada kita yang berlimpah di Laut ini, sedangkan kita hanya bisa mengeluh dan meratapi kemiskinan yang kian menjadi-jadi. Tak usah menyalahkan tuhan dan memaki nasib yang tak beruntung ini, karena tak ada yang salah dari sebuah problema kehidupan ini tapi hanya kita lah yang tak tau dan tak pernah menyadari apa yang kita miliki sedangkan negera lain sibuk menikmati apa yang kita punya dan kita hanya hidup dalam sebuah keterbatasan dalam lingkungan yang kaya ini.

Terkadang kita hanya terfokus di Darat dan melupakan Laut yang luas ini, lupa akan kejayaan maritim nusantara pada masa lampau. Seakan, pada zaman yang kian modern ini kita menjadi terlena dengan bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi menantang langit dan mulai melupakan laut yang selama ini menjadi sejarah kejayaan dari peradaban kita. Pembangunanpun seakan lebih terkonsentrasi di Darat sedangkan jika kita lihat dari potensi bangsa ini begitu kaya akan lautnya.
Kebiasaan makan ikanpun kian meredup digantikan dengan kebiasaan memakan makanan instan yang banyak di iklankan di televisi, seakan kita ingin dikatakan gaul karena telah mengikuti trend kekinian ini. Ironisnya lagi, masyarakat kita banyak mengalami gizi buruk sedangkan ikan di laut kita berlimpah. Dilansir dari kompasiana berdasarkan hasil pemantauan Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Jawa Timur bersama Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo sejak tahun 2005, masuk dalam kategori 10 provinsi dengan kasus gizi buruk tertinggi. Ironisnya lagi jika ditelusuri, ternyata sebagian besar kasus gizi buruk yang menimpa negeri ini berada di daerah pesisir yang sejatinya mempunyai sumber daya alam laut melimpah.

Di Kabupaten Jember misalnya dengan penduduk miskin berjumlah 618.735 jiwa dilaporkan sejak Januari hingga Juni 2010, kasus gizi buruk telah merenggut empat korban jiwa dari 43 pasien anak-anak. Sedangkan Jember sendiri merupakan salah satu daerah produsen ikan laut terbesar di pesisir selatan Jatim. Demikian pula di Pulau Madura yang merupakan sentral perikanan tangkap dan budidaya, angka penderita gizi buruk masih cukup tinggi.

Jika dibandingkan dengan produk hewani yang ada di Darat, produk perikanan yang ada di Laut begitu sehat dengan kadar protein yang begitu tinggi dan resiko kesehatannya pun sangatlah rendah. Menurut agama islam pun ikan di Laut semuanya dapatlah kita makan, hal ini telah dijelaskan dalam QS. Al-Maidah: 96 yang berbunyi:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut.” (QS. Al Maidah: 96)

Akhir-akhir ini semakin banyaklah kasus mengenai illegal fishing yang sering dilakukan oleh negara lain. Kerugian negara secara ekonomi akibat pencurian ikan oleh kapal ikan setiap tahunnya diperkirakan sekitar Rp. 1,052 miliar/kapal. Sehingga secara sederhana kerugian negara akibat illegal fishing dapat diprediksi melalui perkalian jumlah kapal ikan yang melakukan illegal fishing dengan jumlah kerugian tersebut. Negara lain sedang asyiknya mencuri ikan di Negara kita, sedang kita seakan tak menghiraukan laut kita bahkan terkadang kita tidak sadari bahwa kita pun juga sering merusak laut kita. Kita harus berkaca dari negara jepang yang dimana negara ini termasuk salah satu negara yang memiliki armada perikanan terbesar di dunia. Sektor perikanan Jepang sangat maju dengan dukungan alat-alat penangkapan ikan yang modern, armada yang besar dan bermodal serta area penangkapan yang sangat luas. Tak heran Jepang pernah menjadi produsen ikan nomor 1 dunia sejak 1968 sampai 1996.

Demi mendapatkan ikan yang banyak, seakan kita lupa melihat aspek lingkungan, racun ikan, bom ikan hingga penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkunganpun tidak jarang kita lakukan. Setelah semua terjadi, maka kitapun sibuk saling menyalahkan dan negara lainpun sibuk tertawa terbahak-bahak. Kadang kala kita hanya meniru kebiasaan barat yang buruknya saja sedangkan pembangunan sektor kelautan dan perikanan serta karakter mereka yang begitu menghormati dan menghargai aturan tidak lah kita lihat. Berikut ini adalah puisi yang berjudul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia karya Taufiq Ismail yang perlu untuk kita renungi.
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan, senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk kantung jas safari, Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal, anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati, agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah, ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang saja sementara mereka kalah, kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja, fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror penonton antarkota cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor pertandingan yang disetujui bersama,
Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng, Nipah, Santa Cruz dan Irian, ada pula pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan, dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi.
Jika kita terlanjut rusak, maka janganlah nodai anak dan cucu kita lagi karena akan bermunculan generasi perusak baru yang terus merusak bangsa ini. Ajarilah anak dan cucu kita dalam menjaga lingkungan, tanamkan mindset berpikir mereka untuk mencintai lingkungan (laut) dan bentuklah attitude mereka agar selalu menjaga dan melestarikan lingkungan. Karena salah satu perbedaan negara berkembang dan negara maju yang paling mencolok adalah ATTITUDE (perilaku).

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama