Mereka Memanggilku Anak Nenek

Tahun 2006 merupakan momen yang sangat bersejarah bagiku karena pada saat itu aku terpaksa meninggalkan orang tua dan ikut tinggal bersama nenek di Kota Kendari. Hidup jauh dari orang tua menjadi hal yang biasa bagiku, karena sejak kelahiran almarhumah adik ku Lisa, aku sudah diasuh oleh nenek. Nenekku merupakan perempuan yang sangat rajin, pekerja keras dan sangat disiplin. Jika aku bisaberbuat salah, maka beliau bisa mengomeliku hingga berjam-jam lamanya. Namun disisi lain, beliau sangat sayang kepadaku dan segala kebutuhanku selalu dipenuhi oleh beliau.

Kehidupan di Kota Kendari sangat jauh berbeda dibanding tempat asalku, sehingga aku harus lebih ekstra belajar dan beradaptasi dengan lingkungan baru tersebut. Seperti anak-anak yang baru memasuki lingkungan baru, proses adaptasi dengan kawan-kawan jelas agak sulit. Namun karena aku lumayan pandai dalam bergaul sehingga aku mendapatkan beberapa kawan. Ikhsan dan Bobi merupakan kawan pertamaku di Kota Kendari, mereka merupakan kawan sekelasku dan sebangu saat di SMP. 

Kawan-kawan baru ku saat di SMP sangat modern layaknya anak perkotaan jika dibandingkan dengan ku yang terlihat udik (kampungan). Rata-rata kawan sekelasku sudah mempunyai handphone dan beberapa diantara mereka sudah memiliki HP kamera. HP kamera pada saat itu hanya dimiliki oleh masyarakat ekonomi keatas. Bagi anak-anak SMP pada saat itu, HP tidak hanya menjadi alat komunikasi namun lebih untuk bermain game. Sehingga terkadang, siswa yang memiliki HP menjadi target sasaran untuk HPnya dipinjam dan digilir oleh kawan-kawannya sekelas. Pada saat itu, aku belum memiliki kawan akrab sehingga terkadang aku merasa iri dengan mereka dan ingin memiliki HP juga untuk sekedar bermain game.

Ketika pulang ke rumah, nenek melihat sedikit perbedaan dari raut wajahku dan beliau menanyakan apa kiranya yang terjadi. Lalu aku menceritakan pengalamanku di sekolah dan meminta beliau untuk membelikanku HP. Permintaanku tidak selamanya dipenuhi, apalagi hal itu bukanlah menjadi kebutuhan primer dan mendesak, sehingga aku baru memperoleh HP ketika aku naik di kelas 2. HP pertamaku yaitu Nokia 2600 dan pada saat itu tampilannya sudah berwarna dan dilengkapi dengan game yang menarik, sehingga dengan kemunculan HP tersebut, aku menjadi target sasaran selanjutnya di kelas. Pernah suatu ketika HP ku disita oleh guru BK karena pada saat itu, beberapa oknum siswa sering menyimpan dan mengedarkan video porno (bokep) di sekolah. Akhirnya masalah tersebut didengar oleh nenek dan aku menjadi target omelan beliau karena membawa HP di sekolah.

Tak banyak kisah di SMP yang berkesan buatku, namun dikelas 2 aku memiliki 3 orang sahabat yaitu Adri, Marsan dan Madjid. Adri adalah seorang kawan yang sangat pandai melukis, Marsan seorang kawan yang pandai bahasa inggris dan Madjid seorang kawan yang bisa diandalkan untuk berkelahi. Memang jika dilihat, kami sangat berbeda secara karakter namun kami disatukan oleh sebuah permainan. Permainan tersebut cukup sederhana hanya terdiri dari karton lipat yang dijadikan wayang, kertas yang dilipat sebagai gawang dan kapur yang dibentuk bulat menjadi bola. Permainan bola tersebut sangat menarik sehingga setelah pulang sekolah kami selalu bermain di Rumah sehingga mereka sangat dikenal keluargaku. Mereka bertiga sangat baik dan sampai saat ini kami masih sering berkomunikasi, kecuali si Marsan yang menghilang entah kemana. 

Suatu ketika, nenek diserang penyakit kanker dan pada saat itu pula aku hanya tinggal berdua dengan tanteku. Hidup tanpa nenek membuatku sangat sedih, apalagi penyakit parah yang beliau derita dapat menyebabkan hal-hal fatal yang sulit aku bayangkan. Selama berbulan-bulan nenek dirawat pada salah satu rumah sakit di Surabaya dan pada saat itu pula kami hanya mendengar suara dan kabar beliau melalu panggilan seluler. Rumah terasa sepi, tidak ada lagi yang ngomel-ngomel dan tidak ada lagi canda gurau. Nenek bisa dikatakan sebagai pemersatu keluarga, beliau selalu mengajak kami bersenda gurau di beranda rumah dan terkadang beliau menceritakan pengalaman hidup beliau semasa muda. Beliau seorang yang cekatan dari dulu dan hal ini sangat berbeda dengan ku. Di Kampung, beliau juga menjadi primadona dan hingga suatu ketika beliau dipaksa menikah oleh orang tua beliau. Walaupun hanya tamatan SMP akibat pernikahan dini, beliau selalu memaksa anak-anaknya untuk sekolah tinggi. Nasihat beliau yang sering aku ingat bahwa "Kalau kamu tidak sekolah maka kamu akan dibodoh-bodohi orang lain". 

Tak hanya nasihat, beliau juga selalu membuktikan kasih sayangnya dengan tindakan. Pernah suatu ketika aku menjadi korban bullyan di SMP dan pada saat itu pula beliau memarahi anak yang membullyku hingga akhirnya aku tidak pernah di bully lagi. Tak hanya itu, ketika ada kebutuhanku yang sangat mendesak dan orang tuaku belum mengirim uang maka pada saat itu pula nenek langsung menggadaikan emasnya dan uangnya digunakan untuk memenuhi keperluan ku tersebut. Nenek hanya ibu rumah tangga yang tidak bekerja, namun beliau sangat pandai mengelola uang. Uang kiriman anak-anaknya kemudian dijadikan modal arisan dan disimpan ke bank atau untuk dibelikan emas.

Tahun 2008 aku melanjutkan sekolah di SMAN 2 Kendari, proses adaptasi dengan kawan-kawan baru jelas tidak terlalu sulit jika dibandingkan saat di SMP, karena kawan-kawan SMPku kebanyakan masuk ke SMA itu juga. Waktu terus berlalu dan aku mendapatkan beberapa kawan baik. Tak ada pengalaman yang mengesankan pada kelas 1 namun pada kelas 2 dan 3 aku mendapatkan kawan-kawan yang banyak. Kawan-kawan SMA ku cukup beragam dan kami sangat akrab. Terkadang kami sering keluyuran hingga larut malam, pergi menginap di pantai, dan berpetualangan hingga jarang pulang ke rumah. Melihat hal tersebut, jelas aku dimarahi oleh nenek dan aku selalu di telepon oleh beliau ketika pulang larut malam. Nenek sangat hyper protective jika dibandingkan orang tua kawan-kawan ku, sehingga melihat itu, aku sering diejek ANAK NENEK. Hal tersebut sangat membuatku kesal apalagi saat mereka menginap di rumah, nenek sering menceritakan kisah-kisah masa kecilku bersama beliau. Aku dijadikan bulan-bulanan oleh kawan-kawanku apalagi ketika mereka tahu kalau aku sering bermanja-manjaan bersama nenek. Nenek merupakan orang tua yang sangat baik namun terkadang sangat mengesalkan akibat hal tersebut.
Foto Bersama Nenek Ketika Aku SMA Kelas 1
Aku merupakan cucu pertama nenek sehingga tak heran aku menjadi anak kesayangan beliau melebihi anak bungsu beliau. Sehingga terkadang tante, adik dan sepupuku merasa iri dengan ku namun tak apa, itu lah keberuntungan menjadi cucu pertama. Ketika aku sakit, nenek selalu merawatku dan perhatian beliau sangat besar jika dibandingkan cucu-cucu beliau yang lain. Aku selalu menjadi cucu yang diandalkan nenek dan begitu pula sebaliknya, walaupun terkadang aku sering membuat beliau sedih atas tingkahku yang kelewatan.

Ketika berpergian, nenek selalu mengajakku baik di kampung, maupun ke luar darah. Pertama kali aku ke kampung pada saat SMA, kampung beliau bernama Desa Wabula yang terletak di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Beliau tak memiliki rumah pribadi di kampung, karena sejak menikah beliau tinggal di Desa Dongkala dan setelah cerai, beliau hijrah ke Ambon. Namun nenek memiliki banyak saudara, sehingga kami tidak pernah kesulitan untuk menginap. Banyak pengalaman yang sering aku lalui bersama nenek saat bepergian, baik dari kecil hingga aku remaja dan terkadang pengalaman-pengalaman tersebut menjadi memori terindah yang sulit untuk dilupakan.

Pada tahun 2011, aku menamatkan sekolah menengah atas dan melanjutkan sekolah di Universitas Halu Oleo Kendari. Pada saat pendaftaran, aku diantar oleh nenek dan beliaulah yang mengurusi persyaratan administrasiku. Terkadang aku malu, karena pada saat itu tidak ada satupun calon mahasiswa baru yang diantar oleh orang tuanya walaupun mereka perempuan. Rasa malu ku tersebut sering aku sembunyikan dengan mempercepat langkah kaki ku agar bisa berjalan jauh dari nenek. Yah mungkin pada saat itu nenek merasa sedih namun hal tersebut tidak membuat beliau jera untuk menyayangiku.

Kehidupan saat mahasiswa nyaris serupa dengan kehidupan di SMA, nenek selalu di garda terdepan kehidupanku dan bahkan akibat tindakan hyper protective beliau, sehingga aku sering juga diejek oleh kawan-kawan kuliah. Citra anak manja dan anak nenek selalu melekat denganku hingga aku tamat kuliah. Terkadang aku heran, beliau sangat keras mendidik anak-anaknya namun denganku semua berubah drastis 90 derajat. Ibu ku pernah bercerita, kalau dimasa muda nenek sangat keras dan tidak segan-segan memukul anaknya ketika bersalah namun perlakuan tersebut sangat berbeda dengan ku dan bahkan beliau terlalu memanjakanku secara berlebihan. Yah mungkin seperti kata orang, kalau siklus kehidupan memang begitu, yaitu ketika semakin tua maka rasa perhatian dan kasih sayang kepada cucu lebih besar jika dibanding anak kandung. Nenek ku sangat hobi ngemil, sehingga terkadang ketika beliau mendapat arisan beliau selalu mentraktik kami, dari makan bakso senayan, makan ayam bakar disamping Puskesmas Poasia hingga nongkrong minum ES didekat bundaran Anduonohu. Yah itu menjadi tradisi dari dulu yang selalu beliau lakukan. Nenek juga suka makan gorengan hingga tak jarang ketika aku belum punya motor, nenek rela jalan kaki berpanas-panasan ke Pasar untuk membeli gorengan dan menyantapnya di Rumah bersama kami.

Selesai kuliah pada tahun 2016, aku pun pergi ke Lombok dan hidup bersama kedua orang tua ku. Hal tersebut membuat nenek sangat sedih. Aku teringat, ada kalanya ketika kesal dengan ku, beliau menyuruhku pulang ke orang tua ku, namun hal tersebut hanya ungkapan kata belaka karena nyatanya beliau selalu merindukan ku. Setiap hari nenek selalu menelpon dan terkadang sering memberitahukan bahwa beliau sedang sakit, padahal itu hanya alibi agar aku khawatir dan kembali lagi di Kendari. Hidup bersama orang tua dan adik-adik sangat menyenangkan namun tanpa keberadaan nenek, semua jadi hambar.

Suatu ketika, keluarga ku mengalami musibah yang berdampak langsung dengan perekonomian sehingga kami sekeluarga terpaksa pindah ke Kendari. Sesampai di Kendari, hidup kami sangat memprihatinkan jika dibandingkan kehidupan yang sangat berkecukupan saat di Lombok dulu. Ayah ku mengalami pensiun dini akibat sistem administrasi dan regulasi kantor yang begitu ketat, namun disaat kondisi kami yang sangat terpuruk tersebut nenek lah yang menjadi pahlawan bagi kami.

Keluarga ku sangat akademis, sehingga pada tahun 2018 aku disuruh untuk lanjut kuliah di IPB. Selain itu, keluargaku juga sangat egaliter, sehingga walaupun kami kesulitan pada saat itu, namun kami merasa ringan karena mereka senantiasa membantu kami dan begitu pula sebaliknya. Beberapa waktu kemudian, akhirnya aku lulus masuk sekolah pasca sarjana IPB dan pada saat itu pula dengan berat hati nenek terpaksa merelakan kepergianku.

Ketika sampai di Kosan, ibu menelepon ku dan bercerita kalau nenek sedih pada saat aku masuk ke Bandara. Nenek selalu ke rumah dan tidur di tempat tidurku, mungkin dengan itu beliau dapat menyembuhkan rasa rindunya.

Kehidupan di IPB cukup berat dan aku harus banyak untuk beradaptasi baik secara pergaulan maupun secara akademik. Namun walaupun disibukan dengan urusan akademik, aku juga tetap aktif berorganisasi. Dari organisasi internal mahasiswa pasca sarjana sampai Himpunan Mahasiswa Islam aku geluti. Suatu ketika, aku mendapat amanah untuk menjadi ketua panitia dalam kegiatan Musyawarah Besar Organisasi dan pada saat itu juga nenek mengalami sakit parah. Terkadang pemikiranku campur aduk namun berkat didikan nenek untuk tetap amanah sehingga aku dapat menjalankan tugasku dengan baik. Sebenarnya nenek sering melarangku berorganisasi namun didikan beliau sering aku terapkan dalam berorganisasi. Aku dulu seorang yang kuper dan introvert sehingga aku sering kaku berbicara di depan keramaian. Namun walaupun demikian, nenek sering berkata bahwa tak ada yang perlu ditakutkan, toh kita sama-sama manusia.

Selama di Bogor, kesehatan beliau terganggu dan mungkin akibat sakit kanker yang beliau derita dahulu. Namun lagi-lagi perhatian beliau sama sekali tidak berkurang sedikitpun bahkan walaupun sakit, beliau tetap menelponku sekedar menanyakan kabar. Pernah suatu ketika, aku menangis dan disaksikan kawan-kawan kuliahku saat di kantin Kampus. Bagaimana tidak, ketika beliau sakit parah bukannya mengkhawatirkan penyakitnya sendiri malahan beliau masih menanyakan dan menyuruhku untuk menjaga kesehatan. Aku harus menjaga pola makan dan tidak boleh keluar-keluar kosan karena menurut beliau aku belum terlalu mengenal lingkungan jabodetabek.

Selama tinggal di Bogor, nenek menjadi penelepon terbanyak dalam daftar panggilan ku. Hampir setiap hari beliau meneleponku, sekedar menanyakan kabar dan menyuruhku menjaga kesehatan. Hingga beberapa waktu kemudian, beliau membeli smart phone sehingga kamipun sering melakukan video call baik melalui Whatsup maupun Facebook Messanger. Terkadang aku merasa sedih dengan kondisi beliau saat VCan. Tubuh beliau seperti hanya kulit yang melapisi tulang dan raut wajah beliau seakan menahan rasa sakit.

Pada saat Ramadhan 2019 setelah aku menyelesaikan kewajiban akademik, akhirnya aku bisa pulang ke Kendari dan pada saat itu pula aku pergi ke rumah paman untuk bertemu nenek. Aku dan adik-adikku sengaja memberi kejutan untuk nenek. Dari Rumah ku, adikku mengabadikan momen tersebut dengan merekamnya menggunakan telepon genggamnya. Ketika aku tepat didepan pintu, nenek langsung mengetahuiku bahkan hanya dengan langkah kaki ku. Pada saat itu pula, kami pun berpelukan erat disaksikan ibu dan adik-adikku. Nenek sangat berbeda saat itu dan tidak seperti yang aku kenal. Terkadang aku agak ngeri ketika melihat fisik beliau akibat penyakit yang beliau derita. Jika dulu nenek sangat lincah, namun saat itu nenek hanya tidur-tiduran di kamarnya dan sulit untuk bergerak. Namun nenek ku orang yang sangat taat beribadah, walaupun sakit beliau tidak pernah meninggalkan kewajiban sholat 5 waktu. 

Kami pun sering menjenguk nenek di rumah paman, dan nenek selalu memberikan kami biskuit untuk kami makan. Kasih sayang nenek tidak pernah luntur sedikitpun walaupu sebenarnya perhatian tersebut harusnya kami yang memberikan bukan sebaliknya. Sampai suatu ketika aku jarang menjenguk nenek akibat fokus mengerjakan proposal thesis dan menjaga adik bungsuku saat sakit di rumah sakit. Karena aku jarang menjenguk nenek, nenek akhirnya memaksakan diri untuk pergi ke rumahku dan akibat sulit bergerak akhirnya beliau terjatuh. Akhirnya pada saat itu kami selalu menjenguk beliau. Selama hari-hari terakhirku di Kendari, nenek selalu datang ke rumah dengan sangat susah payah walaupun terkadang kami melarang beliau. Kasih sayang nenek sangatlah besar, suatu ketika saat aku akan kembali ke Bogor, beliau membelikanku kue dan ingin memberikanku uang untuk aku gunakan di perjalanan.

Hari terakhir ketika aku akan meninggalkan Kendari, aku menyempatkan untuk menghabiskan waktu di Kamar Nenek. Pada saat itu pula aku mengingatkan janji beliau untuk kelak datang ke Bogor saat aku Wisuda. Namun disaat itu pula, beliau membuatku tercengang dengan perkataan beliau. Kelak nenek mungkin tidak bisa hadir, biar ibu dan tantemu saja yang pergi ke Bogor, kata beliau. Saat itu akupun bersedih dan sadar akan penyakit beliau.

Waktu berjalan cepat dan akhirnya akupun kembali ke Bogor. Beberapa saat aku di Bogor, aku mendengar kabar bahwa nenek terjatuh di kamar mandi. Hal itu membuat beliau susah mengingat dan sulit berbicara. Beliau sangat menderita akibat hal tersebut, apalagi ditambah dengan penyakit Asites  yang beliau derita sebelumnya. Ketika menelpon, beliau masih mengingatku namun terkadang, aku dianggap masih berusia 5 tahun. Aku pernah diceritakan ibu, kalau nenek selalu memanggil dan menanyakan dimana keberadaan adik nyong (panggilan beliau untukku saat masih kecil). 

Sabtu 20 Juli 2019 tepat pukul 07.00 WIB, HP ku bergetar berulang kali, tidak seperti biasanya. Namun pada saat itu, aku tidak mengangkatnya akibat belum bangun tidur dan aku baru mengangkat panggilan tersebut pada pukul 10.00 WIB. Telpon tersebut terasa bagai angin topan yang menghantam pohon, ditambah lawan bicaraku adalah ayahku, sosok lelaki tanpa basa basi. "Ando, setiap yang bernyawa pasti akan pergi dan kita harus menerima kematian nenek" kata beliau. Pada saat itu pula aku terdiam lemas dan meneteskan air mata tanpa sadar. Nenek yang aku sayangi telah pergi meninggalkanku untuk selamanya. Tidak ada lagi yang meneleponku, tidak ada lagi yang memarahiku dan tidak ada lagi perhatian dari beliau. Semua terjadi begitu cepat, sehingga tidak memungkinkan ku untuk pulang di Kendari. Terpaksa pada saat itu, aku hanya bisa melihat prosesi pemakaman beliau melalui video call.

Nenek  adalah perempuan tangguh dan pantang menyerah. Beliau selalu menjadi pahlawan sampai kapanpun untuk kami, anak dan cucunya. 

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama