Indonesia dalam Arus Big Data (Mahadata)

Industri 4.0 dewasa ini memberikan pengaruh yang signifikan pada berbagai sektor. Hal ini ditandai dengan munculnya teknologi canggih seperti Internet of Think (IoT), Biotechnology, Argumented Reality (AR), Virtual Reality (VR), Artifical Intelegence (AI), dan Big Data (Mahadata).

Penerapan teknologi canggih tersebut dalam industri akuakultur telah dipublikasi dalam postingan sebelumnya (Baca : Akuakultur dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0).


Big Data (Mahadata) memegang peranan yang cukup penting dalam kemajuan teknologi. Data tersebut berasal dari berbagai sumber seperti media sosial, transaksi online, sensor, perangkat IoT dan lain sebagainya (Baca : Big Data : Data yang Maha Kuasa).

Penggunaan data yang besar ini menjadi peluang tersendiri bagi negara dengan jumlah penduduk yang besar, seperti Indonesia.

Ditambah lagi Indonesia memiliki jumlah generasi muda yang cukup tinggi. BPS (2020) telah merilis data berdasarkan kelompok umur.

Data ini menunjukkan Indonesia didominasi oleh Gen-Z (1997-2012) dengan jumlah sekitar 74,93 juta jiwa (27,94% populasi),  Gen-Y (1981-1996) dengan jumlah sekitar 69,38 juta jiwa (25,87% populasi), kemudian disusul oleh Gen-X (1965-1980) dan Baby Boomer (1946-1964).

Jumlah penduduk yang besar ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia dalam arus big data (Mahadata).

Peluang Indonesia dalam Arus Big Data (Mahadata)

Jumlah generasi muda yang tinggi di Indonesia mendorong kebutuhan data center yang semakin besar. Dilansir dari Media Indonesia, kebutuhan data center Indonesia terus meningkat. 

Hal ini diproyeksikan akan tumbuh dengan laju pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) sebesar 16,92% dari 2024 hingga 2029.

Pertumbuhan yang pesat ini menjadi peluang dan sekaligus tantangan tersendiri bagi Indonesia dalam mendorong industri data center nasional.

Pertumbuhan data center nasional memberikan banyak manfaat, antara lain :

  • Mempercepat transformasi digital bagi lembaga pemerintahan maupun swasta
  • Mendorong pertumbuhan startup,  e-commerce, fintech dan layanan digital lainnya
  • Menarik investor asing, terkhusus dari industri teknologi raksasa global
  • Menciptakan lapangan kerja baru dengan bermunculannya industri-industri digital
  • Menjamin keamanan dan kedaulatan data nasional
  • Mendorong inovasi teknologi terkait seperti AI

Kedaualatan digital memberikan arti yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Karena kita yang memegang kendali atas data kita, tanpa adanya campur tangan asing.

Data tersebut dapat digunakan dalam mendukung pengembangan sektor lainnya, seperti perikanan, pertanian, kehutanan, medis, bisnis dan lain sebagainya.

Aplikasi mahadata pada sektor pertanian sudah banyak diterapkan. Misalnya saja dengan peramalan cuaca yang semakin akurat, pengembangan teknologi pertanian, penentuan dosis pupuk, dan metode budidaya (Baca : Big Data : Data yang Maha Kuasa).

Tantangan Indonesia dalam Arus Big Data (Mahadata)

Indonesia memiliki peluang dalam pengembangan data center nasional yang didukung oleh jumlah penduduk yang tinggi. 

Walaupun demikian, menurut data Cushman and Wakefield, Indonesia masih tertinggal jauh dari Singapura dan Malaysia, yang memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit. 

Indonesia hanya memiliki 430 data center sedangkan Malaysia mencapai 532, Singapura 717, Jepang 1202, London 1030, Tiongkok 4800, dan Amerika Serikat 10300 jumlah data center (infobanknews.com).

Pengelolaan data center yang buruk juga menjadi salah satu penghambat kemajuan data center nasional. Diketahui, pada 2024 silam Pusat Data Nasional telah diserang oleh hacker.

Hal ini mengakibatkan kebocoran data yang merugikan beberapa instansi seperti kementerian, lembaga nasional, lembaga kota, dan kementerian lembaga daerah (cnbcindonesia.com).

Kebocoran data ini menjadi bukti bahwa sistem keamanan data center di Indonesia masih sangat lemah dibandingkan dengan negara lain.

Lebih parahnya lagi, data penting tersebut tidak di backup. Seakan pemerintah kurang perhatian dan sadar atas pentingnya data. 

Kebocoran data ini menjadi masalah serius. Tidak hanya merugikan lembaga negara, namun juga merugikan masyarakat secara langsung. 

Data tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, misalnya saja untuk penipuan online, penyalah gunaan identitas masyarakat dan promosi judi online (bbc.com).

Mirisnya lagi, kementrian terkait memutuskan untuk memindahkan data kita ke server luar negeri (Amazon Web Service) (tempo.co), bukannya di server nasional. 

Permasalahan tersebut menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada data center nasional. Tidak salah, jika mereka lebih memilih server dari luar negeri. 

Tamparan keras tersebut, memaksa pemerintah untuk melegitimasi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang mulai berlaku pada 17 Oktober 2024.

Meskipun terlambat, UU PDP memberikan sanksi yang cukup berat bagi pelanggar, berupa denda sampai hukuman penjara hingga 6 tahun untuk pengguna data pribadi tanpa izin (kumparan.com).

Walaupun UU PDP telah disahkan, kasus kebocoran data masih terus berlanjut dengan terus memunculkan episode baru.

Tahun 2025 ini, tercatat ada 3 kasus kebocoran data. Mulai dari Dugaan Peretasan Data Internal Kominfo (Februari 2025), Kebocoran 184 Juta Akun Global (Mei 2025), & Serangan Ransomware ke PDNS & BSI (Mei 2025). 

Situs Peduli Lindung milik Kementrian Kesehatan juga tidak luput dari peretas. Situs penting zaman pandemi tersebut, dialihkan oleh peretas ke halaman judi online.

Kemanan data merupakan tanggung jawab kita bersama, tidak hanya pemerintah. Masyarakat Indonesia juga dewasa ini masih banyak yang belum teredukasi terkait keamanan data dan privasi.

Data penting dan rahasia seperti KTP seringkali tidak dijaga. Seringkali kita membagikan data rahasia tersebut dari pendaftaran online. Lebih parahnya lagi, beberapa orang memposting foto KTP mereka. Hanya ingin mengikuti trend maupun menunjukkan eksistensi mereka.

Keamanan dan kesadaran data kita masih sangat rendah, lantas bagaimana masa depan Indonesia?

Masa Depan Indonesia dalam Arus Big Data (Mahadata) & Kecerdasan Buatan (AI)

Informasi menjadi senjata penting bagi umat manusia dalam menguasai dunia. Kurang lebih, begitu yang dikatakan Yuval Noah Harari dalam Nexus dan Homo Deus (Baca : Homo Deus: Evolusi Manusia Menjadi Tuhan?).

Perang data ini mulai terlihat dengan bermunculannya teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam era big data (mahadata) ini.

Kecerdasan buatan (AI) merupakan produk dari arus big data (mahadata). Teknologi cerdas tersebut, dapat mengolah dan menganalisis informasi dari kumpulan data.

Negara-negara mulai mengembangkan teknologi AI sendiri guna menunjukkan superioritas dan kedaulatan data mereka.

Saat ini, Amerika Serikat (AS) menjadi menjadi pemimpin global, namun posisi tersebut sudah mulai goyang. Mungkin tidak lama lagi, negara lain menggeser posisi AS dari singgasananya.

Negara lain seperti China mulai menunjukkan taji di kancah global dengan mengeluarkan Deep Seek, aplikasi AI mereka sendiri. 

Deep Seek yang mulai populer di 2025 ini, diklaim lebih canggih secara logika dan hampir mengungguli pendahulunya dengan harga produksi yang terbilang jauh lebih murah.

Deep Seek menjadi kunci keberhasilan China dalam perang AI. Walaupun mereka dibatasi akses micro chip oleh AS, mereka telah menunjukkan kekuatan mereka dalam mengembangkan AI.

Selain berhubungan dengan kedaulatan data, perang ini juga berpengaruh terhadap keamanan dan posisi mereka dikancah global. Informasi dapat menjadi senjata. Mereka dapat membatasi, mengakses dan menyebarkan informasi sesuai kehendak mereka.

Perang AI ini juga mulai memicu negara-negara lain seperti Indonesia untuk bersaing, minimal tidak tertinggal jauh dari negara lain.

Hal ini dapat dilihat dari 5 program prioritas pemerintah Indonesia berbasis transformasi AI. Mulai dari aplikasi pada layanan kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan, pembangunan smart city, dan keamanan pangan.

Program besar tersebut menjadi mimpi besar bangsa Indonesia. Apakah kita bisa menjadi pemain global ataukah hanya menjadi penonton dari perang mahadata dan AI?

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama