Perkembangan teknologi yang pesat dewasa ini memberikan perubahan diberbagai sektor, yang berpengaruh terhadap pola kehidupan kita.
Teknologi sudah menjadi bagian terpenting dalam kehidupan kita. Dari mulai bangun tidur, beraktifitas hingga tidur kembali semua tidak terlepas dari pengaruh teknologi.
Smartphone menjadi teknologi yang sering kita gunakan. Alat persegi panjang tersebut memiliki banyak fitur yang memudahkan pekerjaan kita.
Kita dapat berkomunikasi dengan kerabat dan kolega kita, kapanpun dan dimanapun. Tidak ada lagi jarak dan waktu yang memisahkan kita.
Hanya dengan mengetik beberapa kalimat pada aplikasi chatting, mereka langsung bisa mengetahui kabar dan kondisi kita dalam hitungan detik.
Canggihnya lagi, kita pun bisa bertatap muka dengan mereka dengan fitur video call. Sekarang, sudah tidak ada lagi batasan antara kita.
Kita juga bisa berbelanja secara online. Transaksi dilakukan secara digital, kita tidak perlu repot lagi berbelanja ke toko barang (Baca : Fish Market 4.0: Pasar Ikan Digital untuk Kemajuan Ekonomi Nasional).
Semua fitur dan kecanggihan teknologi tersebut, diatur oleh yang namanya Big Data (Maha Data).
Apa itu Data?
Data berasal dari kata Datum (Bahasa Latin) yang berarti benda yang diberi. Data merupakan fakta atau informasi, terutama ketika diperiksa dan digunakan untuk mengetahui sesuatu atau membuat keputusan.
Data yang dimaksud disini tidak hanya terbatas dalam bentuk teks maupun angka. Namun juga meliputi teks, gambar, video, audio dan lain sebagainya.
Kumpulan dari data-data itu yang kemudian disebut Big Data (Mahadata).
Big data dapat diatikan sebagai kumpulan data dalam skala besar yang tidak bisa ditangani dengan cara konvensional.
Data ini berasal dari berbagai sumber seperti media sosial, transaksi online, sensor, perangkat IoT dan lain sebagainya.
Perkembangan Teknologi dan Big Data
Jika kita kembali pada 15 tahun yang lalu, ruang penyimpanan 1 giga byte sangat besar bagi kita. Waktu itu saja, penyimpanan di handphone saya hanya sekitar 10 megabyte.
Dengan ruang penyimpanan tersebut, saya bisa memasukkan 10 lagu (mp3) ke handphone saya. Lalu bagaimana dengan zaman sekarang? Ruang penyimpanan 1 gigabyte sangat kecil bagi kita apalagi 10 megabyte.
Saat ini kita bisa mengakses puluhan ribu musik di handphone kita. Kita hanya perlu menginstall aplikasi pemutar musik seperti Spotify.
Jika ingin menonton film, kita tidak perlu membeli DVD, kita hanya perlu membeli akun Netflix dan lalu menonton film yang kita sukai. Semua berada di genggaman kita.
Netflix yang mulanya hanya menjadi perusahaan penyewa DVD sekarang sudah bertransformasi menjadi industri streaming video/film terbesar di dunia.
![]() |
Jumlah Pengguna Netflix (Source : Kata Data) |
Jumlah pengguna netflix mulai meningkat pesat setiap tahunnya, peningkatan signifikan terjadi di era pandemi Covid-19. Tahun 2021, jumlah pengguna Netflix lebih dari 200 juta orang.
Jumlah pengguna yang semakin besar juga, mendorong Netflix untuk menayangkan film-film terbaru. Jelas ini membutuhkan ruang penyimpanan yang sangat besar.
Data-data dalam jumlah besar tersebut akan disimpan dalam suatu sistem database maupun cloud dengan kapasitas raksasa.
Manfaat Big Data
Data is new oil, pernyataan ini bukan hanya bualan belaka. Perusahaan besar dewasa ini menggunakan data untuk pengembangan produk, analisis pasar guna meraup keuntungan yang besar. Adapun manfaat dari big data yaitu :
1. Kesehatan
Perkembangan ilmu medis dan big data sangat pesat. Hal ini sudah dimulai sejak 1990, melalui projek Human Genome Project/HGP.
Projek ini mengumpulkan data genetik manusia, yang nantinya akan digunakan untuk meningkatkan pemahaman dalam genetik, biologi manusia dan penyakit, serta membuka jalan bagi inovasi dalam bidang kesehatan dan kedokteran
Teknologi modern seperti iWatch, Fitbit maupun teknologi pemantau kesehatan lainnya dapat memonitoring denyut jantung, gula darah, tekanan darat dan kebugaran kita secara realtime.
Data genetik dan medis kita, orang tua, saudara dan keluarga kita dapat menjadi acuan untuk mendeteksi penyakit di masa depan.
Data tersebut dapat digunakan oleh anak dan cucu kita nantinya. Hal ini memungkinkan generasi masa depan bisa jauh lebih sehat dan superior dibanding generasi saat ini (Baca : Homo Deus: Evolusi Manusia Menjadi Tuhan?)
2. Bisnis
Perkembangan bisnis dan big data sangat mudah diamati dewasa ini. Perusahaan besar dapat memprediksi perilaku konsumen untuk meningkatkan layanan dan penjualan.
Perusahaan sosial media misalnya, dapat menggunakan informasi lokasi, kesukaan halaman, makanan favorit, riwayat pencarian, pandangan politik dan lain-lain untuk memberikan kita rekomendasi produk.
Akibat hal tersebut, iklan yang ditampilkan di sosmed saat ini lebih relevan dan sesuai kebutuhan kita.
3. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dan big data sangat erat kaitannya. Data-data berskala besar tersebut dapat diolah dan dianalisis untuk memperoleh pengetahuan baru.
Data riwayat medis orang diseluruh dunia misalnya dapat diolah dan dianalisis untuk pengembangan ilmu kedokteran.
Pada sektor perikanan misalnya data spesies, habitat, fisiologi, taxonomi, budidaya dan lain-lain juga sudah banyak dikumpulkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan (Baca : Industri Akuakultur 4.0 Berkelanjutan).
4. Keseharian
Keseharian kita tidak terlepas dari big data. Data informasi pribadi, akses situs, riwayat pencarian, kesukaan kita dapat diolah oleh smartphone kita.
Asisten virtual di perangkat kita misalnya, dapat menggunakan informasi tersebut untuk memberikan kita rekomendasi film, makanan, dan musik dalam hitungan detik. Mereka seakan lebih mengenal kita dibandingkan orang terdekat kita, bahkan diri kita sendiri.
Jika kita ingin mencari rekomendasi rumah makan padang. Kita tinggal mencarinya di google atau melalui google assisten, maka kita akan direkomendasikan rumah makan terdekat lengkap dengan lokasinya.
Informasi ini jelas diambil berdasarkan informasi titik lokasi kita, ulasan pengunjung, penilaian (jumlah bintang) dan lain sebagainya.
Tidak sampai disitu saja, bahkan persoalan yang menyangkut masa depan kita sangat dipengaruhi oleh teknologi tersebut (Baca: Indonesia dalam Arus Big Data).
Risiko dan Bahaya Big Data
Big Data (Mahadata) selain memberikan dampak positif juga memberikan dampak negatif bagi umat manusia, antara lain:
1. Privasi
Privasi menjadi masalah besar dalam era big data. Data pribadi kita seringkali diambil tanpa sepengetahuan dan kesadaran kita.
Perusahaan besar seperti Amzon telah mengembangkan teknologi yang bernama Amazon Echo. Teknologi yang mulanya diciptakan sebagai pengeras suara, kini mulai bertransformasi menjadi asisten virtual.
Pengguna dapat mengtrol rumah, kunci rumah otomatis serta menjadi asisten virtual di rumah. Kita hanya perlu berbicara dan alat ini akan mengerjakan.
Amazon juga telah mengembangkan amazon ring yang berfungsi merekam pengunjung di rumah. Kita akan mendapatkan notifikasi kalau ada pengunjung dan bisa berinteraksi dengan mereka.
Informasi yang terekam tersebut, jelas akan masuk ke server amazon. Pihak amazon memiliki kuasa untuk data-data tersebut (theconversation.com).
Dengan data-data tersebut, mereka bisa memberikan kita rekomendasi produk seperti yang telah disampaikan diawal.
2. Pengawasan
Big Brother is watching you. Ini merupakan slogan terkenal di novel "Nineteen Eighty-Four" karya George Orwell.
Big brother ini merupakan pemimpin negara Oceania, dengan kuasanya dia dapat mengawasi seluruh masyarakatnya. Lalu apa hubungannya dengan Big Data?
Teknologi saat ini bisa mewujudkan sosok big brother di dunia nyata. Data-data tersebut dapat digunakan oleh perusahaan maupun pemerintah untuk kepentingan mereka.
Beberapa perusahaan CCTV saat ini juga telah dilengkapi dengan teknologi kecerdasan buatan (AI). Teknologi tersebut dapat mengenali wajah, serta ciri fisik objek yang teramati.
Coba bayangkan informasi tersebut digunakan untuk riset pasar? pemilik bisnis dapat mengetahui karakter orang yang membeli produk mereka secara detail.
Misalnya saja, saya membeli buku Mahadata, kemudian wajah saya direkam. Maka informasi tersebut akan masuk ke sistem database mereka.
Jika dianalisis lebih jauh, mereka depat mengetahui genre buku yang saya suka, kapan saya membeli buku, lokasi yang sering saya kunjungi dan lain sebagainya.
Jika data ini terkoneksi dengan sosial media, maupun handphone saya maka mereka mendapatkan informasi yang lebih luas guna mengetahui prilaku konsumen.
Kepolisian Amerika Serikat (US) sering menggunakan CCTV untuk medeteksi buronan (brennancenter.org). Ini memang merupakan hal yang positif, namun bagaimana dengan privasi kita?
3. Diskriminasi Algoritmik
GIGO (Garbage in, Garbage out), merupakan singkatan yang popular yang berarti masuk sampah dan keluar sampah. Data yang berlimpah tidak menjamin kebenaran dari data tersebut.
Sistem berbasis data bisa memperkuat bias jika tidak diawasi dengan ketat. Validasi dan kebijaksanaan dalam menggunakan data tersebut menjadi hal yang sangat penting di era big data ini.
Penggunaan data dalam pengambilan keputusan sudah banyak diterapkan. Namun bagaimana jika data ini digunakan dalam menentukan nasib seseorang?
Misalnya saja, sebuah perusahaan ingin merekrut seseorang karyawan. Kemudian, mereka mengambil informasi dari sosial media calon karyawan tersebut.
Siapa saja temannya, bagaimana cara ia berkomentar dan berinteraksi, apa saja yang ia sukai dan ikuti serta bagaimana pandangan politiknya.
Jika kita kaitkan lagi dengan data medis. Semisal, perusahaan tersebut ingin mencari karyawan yang sehat kemudian mereka menggunakan data genetik dan riwayat medis calon karyawan tersebut.
Data ini memang relevan dan asli dari calon karyawan tersebut. Namun apakah valid dan relevan jika digunakan untuk menerima atau menolak calon karyawan tersebut?
Hal ini bisa saja menjadi bias apabila perusahaan tidak bijak dalam menggunakan data tersebut.
4. Filter Bubble
Era big data dan internet ini terkadang menciptakan ilusi pengetahuan, seakan kita sudah mengetahui suatu pengetahuan namun ternyata sebaliknya. Kita sama sekali tidak tahu.
Ditambah lagi dengan berkembangnya kecerdasan buatan (AI). Kita dapat memperoleh informasi dengan cepat dan akurat dalam hitungan detik.
Seorang mahasiswa tingkat akhir dapat membuat skripsi dengan mudah dengan bantuan AI. Ia hanya perlu mengetik promp lalu kemudian menyalin teks skripsi tersebut ataupun mendownloadnya.
Saya tidak sepenuhnya menolak fenomena ini. Dalam menulis akhir-akhir ini pun, saya juga menggunakan AI.
Menurut saya, AI sangat baik digunakan dalam menulis, namun jangan 100% bersumber dari AI. Kita pun perlu menyampaikan analisis dan opini kita sendiri.
Jika kita terlalu bergantung dengan AI, maka kita akan kurang dalam literasi. Sehingga wawasan kita akan semakin sempit.
Etika dan Regulasi
Big Data (Mahadata) tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan kita. Selain memberikan dampak positif, ia juga memberikan dampak negatif. Lalu bagaiaman kita dalam menyikapinya?
Menurut Clegg, perlu adanya transparansi, etika, dan regulasi dalam pengumpulan dan penggunaan data tersebut. Tanpa kerangka hukum dan moral, big data (mahadata) dapat menjadi alat penindasan, bukan kemajuan.
Tulisan ini merupakan resume dari buku Mahadata karya Brian Clegg
Tertarik memperdalam wawasan Anda setelah membaca resensi ini? Langsung saja klik link ini untuk mendapatkan bukunya dan rasakan manfaatnya secara langsung!
Posting Komentar