Industri Akuakultur 4.0 Berkelanjutan

Dewasa ini dunia telah memasuki era industri 4.0 yang ditandai dengan alih teknologi yang begitu pesat. 

Kemunculan teknologi seperti Internet of Things, smart manufacturing, teknologi cloud, dan kecerdasan buatan sangat mempengaruhi sistem kerja umat manusia (Baca: Produksi Pangan Terhadap Kemajuan Umat Manusia). 

Sistem industri yang hanya mengandalkan kemampuan manusia saja mulai bertransformasi dengan melibatkan teknologi di dalamnya sehingga mempercepat sistem produksi. 

Kemajuan teknologi menjadi suatu peluang besar bagi industri-industri terkhusus industri akuakultur dalam melebarkan sayapnya demi meraup keuntungan dan menguasai pasar dunia. 

Industri-industri tersebut terus berinovasi dan bertransformasi dalam mengembangkan usaha mereka dengan memanfaatkan teknologi secara maksimal (Baca: Industri Akuakultur Masa Depan).

Industri akuakultur dewasa ini mengalami berbagai macam tantangan, tidak hanya tantangan industrialisasi 4.0 namun juga tantangan lainnya yang belum teratasi hingga saat ini. 

Misalnya saja, ledakan populasi penduduk dunia menjadi salah satu tantangan sekaligus peluang besar bagi industri akuakultur dewasa ini dalam memenuhi pasokan pangan masyarakat dunia. 

Menurut data Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat ke-3 untuk perikanan tangkap terbesar di dunia, dibawah Republik Rakyat Tiongkok dan Peru. Sementara pada produksi akuakultur, Indonesia menjadi produsen utama disusul Norwegia, Chili, Myanmar dan Thailand. 

Disisi lain, FAO memprediksi hingga tahun 2030 kebutuhan permintaan ikan dunia mencapai 172 juta ton, dan sekitar 58 persen akan bergantung pada produk akuakultur. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan ikan sebagai sumber protein hewani semakin meningkat setiap tahunnya.

Industri akuakultur dewasa ini mulai bertransformasi dalam penerapan teknologi guna meningkatkan hasil produksi demi mendukung pasokan pangan dunia (Baca: Pengembangan Industri Akuakultur 4.0). 

Namun dilain sisi pemanfaatan teknologi yang tidak diterapkan secara bijak, dapat berdampak negatif bagi lingkungan. 

Limbah hasil akuakultur seperti sisa pakan, bahan kimia, dan obat-obatan dapat mencemari lingkungan perairan sekitar (Baca: Meningkatkan Produksi dan Menjaga Lingkungan dengan Sistem Resirkulasi Akuakultur)

Pakan misalnya merupakan penyumbang kadar fosfat dan nitrat di perairan. Ikan nila hibrida dapat melepaskan fosfor dalam persentase yang cukup tinggi (60–62 %) dalam bentuk terlarut melalui ekskresi. 

Pencemaran lingkungan tidak hanya berdampak terhadap ekosistem perairan namun juga berdampak terhadap penurunan hasil produksi akuakultur yang menyebabkan kerugian secara ekonomi.

Industri akuakultur 4.0 merupakan suatu gagasan dalam meningkatkan produksi akuakultur melalui pendakatan sustainability

Sehingga diharapkan akuakultur kedepannya tidak hanya berbasis profitability (ekonomi) saja namun juga memperhatikan aspek teknologi, sosial dan lingkungan (Baca: Akuakultur dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0).

Sustainability Akuakultur 4.0 merupakan konsep penerapan teknologi digital ramah lingkungan dalam akuakultur dengan menyelaraskan 4 unsur di dalamnya yaitu unsur sosial, teknologi, ekonomi dan lingkungan (Baca: Akuakultur Berbasis Ekonomi Biru). 

Unsur sosial dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pembenihan berbasis konservasi (restocking). Tidak hanya berdampak terhadap ekologi saja namun juga dapat membantu nelayan pesisir (Baca: Industri Akuakultur Berbasis Konservasi). 

Ikan maupun kekerangan yang mulai berkurang dapat dipulihkan kembali sehingga mata pencaharian mereka tidak berkurang. 

Unsur teknologi dapat dilakukan dengan pengembangan teknologi seperti internet of thinks (IoT), kecerdasan buatan dan bioteknologi yang dapat mendukung sistem produksi. 

Hal ini juga selaras dengan unsur ekonomi dan lingkungan, yang dimana penerapan teknologi ramah lingkungan mampu meningkatkan keuntungan pembudidaya dan menimalisir limbah buangan. 

Transformasi auto feeder yang dikombinasikan dengan teknologi tersebut dapat meningkatkan efisiensi pakan dan memperbaiki FCR. 

Selain itu, penerapan pakan fungsional berkualitas dengan harga yang murah dapat meningkatkan hasil produksi dan keuntungan pembudidaya (Baca: Pakan Fungsional (Functional Feed dalam Akuakultur).


Sistem akuakultur 4.0 menjadi sistem yang saling berintegrasi dengan penerapan teknologi IoT, kecerdasan buatan, cloud dan big data. 

Data fisiologi dan tingkah laku biota yang dikumpulkan secara realtime dapat disimpan kedalam sistem cloud. 

Tidak hanya data lokal saja namun juga berintegrasi dengan seluruh database budidaya petani seluruh Indonesia maupun dunia. 

Data-data tersebut dapat dioleh oleh sistem kecerdasan buatan dan kemudian dapat menciptakan sistem akuakultur yang lebih baik berdasarkan hasil riset otomatis tersebut. 

Big data merupakan teknologi tepat guna dewasa ini, seluruh informasi terakumulasi dalam sistem cerdas tersebut. Seluruh pembudidaya antar negara dapat dengan mudah mengakses semua informasi dalam menunjang proses produksi mereka. 

Tidak hanya itu saja, teknologi dewasa ini juga mendukung dalam digitalisasi penjualan dengan melahirkan pasar ikan digital. 

Trend pasar ikan digital pada industri perikanan dunia masih belum banyak karena sebagian besar bisnis makanan online masih didominasi oleh produk peternakan seperti daging sapi, babi dan unggas. 

Namun, perusahaan pemasaran telah menunjukkan minat pada sektor ini dan sudah mulai beralih ke pasar ikan digital (Baca: Fish Market 4.0: Pasar Ikan Digital untuk Kemajuan Ekonomi Nasional). 

Sebagian dari Artikel ini merupakan materi esai yang diikut sertakan dalam kompetisi Sultra Ecofest tahun 2022 dengan tema “Mendorong Implementasi Ekonomi Hijau untuk Ekonomi yang Berkelanjutan”.

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama