Kerang mutiara merupakan salah satu komoditas andalan sektor perikanan dan kelautan. Hal ini dikarenakan, kerang mutiara memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi seperti halnya lobster, rajungan, abalon (siput mata tujuh), teripang (timun laut), dan lain sebagainya.
Di Indonesia, terdapat beberapa jenis kerang mutiara seperti jenis Pinctada maxima, P. margaritifera, P. fucata dan kerang mabe (Pteria penguin). Namun yang paling populer di budidayakan yaitu jenis Pincata maxima.
Kerang mutiara (P. maxima) memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis kerang mutiara lainnya. Salah satunya yaitu butiran mutiara yang dihasilkan.
Mutiara yang dihasilkan umumnya berwarna gold (emas) dan silver (perak). Sehingga kerang mutiara jenis ini dikenal di pasar dunia dengan nama The Golden and Silver Pearl (Baca: Budidaya Kerang Mutiara (Pinctada maxima) The Golden and Silver Pearl pada Keramba Jaring Apung di Perairan Nusantara).
Perbedaan spesies dan jenis mutiara yang dihasilkan juga mempengaruhi nilai jualnya. Kerang mabe yang menghasilkan mutiara setengah bulat memiliki harga jual Rp. 25.000 sampai Rp.60.000 perbutir sedangkan untuk Pinctada maxima memiliki harga jual mencapai ratusan dan bahkan jutaan rupiah tergantung kualitasnya (Baca: Begini Proses Kerang Mutiara Membentuk Butiran Mutiara).
Kerang mutiara umumnya hanya dapat diproduksi dengan cara budidaya. Proses budidaya yang dilakukan sangat komplit dengan membutuhkan waktu yang cukup lama. Dari tahap pembenihan hingga tahap pembesaran (Baca: Mengintip Proses Budidaya Kerang Mutiara).
Budidaya kerang mutiara banyak memiliki kendala terkhusus dalam tahap pembenihan. Hal ini dikarenakan, fase larva merupakan masa transisi sehingga faktor lingkungan dan penanganan yang keliru dapat mempengaruhi kehidupannya sehingga pada artikel kali ini, Hantu Laut mencoba mengulas proses perkembangan larva kerang mutiara.
Proses perkembangan kerang mutiara, dimulai dari telur yang telah dibuahi selanjutnya telur tersebut memasuki tahap perkembangan embrio. Setelah melewati tahap embriogenesis selanjutnya memasuki tahap perkembangan larva dengan tahapan sebagai berikut:
1. Stadia D-Veliger
Larva stadia D-veliger terbentuk pada 24 jam hingga 12 hari setelah pembuahan. Seperti namanya, larva ini memiliki bentuk seperti huruf "D" dengan dilengkapi silia yang berfungsi sebagai alat bergerak dan menyaring makanan. Makanan yang dimakan yaitu fitoplankton jenis Pavlova lutheri, Chaetoceros sp. dan Isochrysis galbana.
2. Stadia Umbo
Larva stadia umbo terbentuk sekitar 12 sampai 18 hari setelah pembuahan dengan tonjolan yang terlihat jelas pada bagian dorsal cangkang.
Larva stadia eyespot terbentuk sekitar 18 sampai 22 hari setelah pembuahan. Pada stadia ini, kita dapat melihat bintik hitam (eyespot) pada cangkangnya yang transparan.
4. Stadia Pediveliger
Larva stadia Pediveliger terbentuk sekitar 22 sampai 24 hari setelah pembuahan. Stadia ini ditandai munculnya kaki yang keluar pada bagian dorsal cangkang serta bintik hitam pada stadia eyespot telah menghilang.
Berbeda dengan stadia sebelumnya, pada stadia ini pergerakan larva sudah melambat dengan kaki berfungsi sebagai alat pergerakan untuk mencari substrat yang cocok untuk menempel.
5. Stadia Plantigrade
Stadia plantigrade yaitu akhir stadia planktonik dengan ditandai cangkang yang telah terbentuk sempurna, lengkap dengan anterior, posterior dan bisus.
6. Stadia Spat
Setelah melewati 26 hari selanjutnya memasuki stadia spat atau juvenil. Pada stadia ini, organisme tersebut sudah menyerupai anakan dengan bentuk morfologi yang sempurna.
Posting Komentar